Bisnis.com, JAKARTA -- Menurunkan berat badan jadi "goals" banyak orang di Indonesia. Banyak yang menyarankan untuk sekadar menghitung kalori baik yang masuk dari makanan atau yang keluar dari olahraga.
Cara ini banyak diterapkan, mengingat berdasarkan Riskesdas 1 dari 5 orang Indonesia mengalami obesitas. Adapun yang overweight lebih banyak, yakni 1 dari 3 orang. Bedanya klasifikasinya WHO itu overweight, obesitas 1, obesitas 2, overweight ini at risk atau berisiko obesitas.
Bicara soal obesitas, banyak orang yang mengaku bisa melakukan terapi penurunan berat badan dengan mudah, cukup dengan menghitung kalori dari makan dan olahraga. Bahkan banyak 'ahli' dadakan untuk mengatur tatalaksana penurunan berat badan dengan cara tersebut.
Tak bisa dipungkiri, banyak masyarakat Indonesia yang obesitas juga tidak memeriksakan dirinya ke dokter gizi klinik untuk mengatur program penurunan berat badan.
Wakil Ketua Himpunan Studi Obesitas Indonesia, Gaga Irawan Nugraha menyebutkan bahwa hanya 43% obesitas di Indonesia yang memeriksakan diri karena obesitas. Sisanya, memeriksakan diri ke dokter karena keluhan lainnya seperti sakit lutut atau tekanan darah tinggi.
Secara klasik, kebanyakan orang mengetahui bahwa seseorang yang berat badannya terus naik adalah karena energi yang masuk lewat makanan lebih besar dari kebutuhan tubuh untuk hidup dan aktivitas fisik. Oleh karena itu, untuk bisa menurunkan berat badannya, bisa dengan mengurangi makan dan meningkatkan aktivitas fisiknya.
Masalahnya, yang terjadi kebanyakan tidak sesederhana itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi orang sulit menurunkan berat badan, ada otak, hormon, dan lingkungan sosial.
"Organ tubuh seperti usus memproduksi hormon yang dikirim ke otak untuk memberikan sinyal lapar. Pada beberapa orang, ada hormon seperti Dopamin, yang tak hanya mengatur lapar tapi rasa tetap ingin makan walaupun sebelumnya sudah makan. Adapun dorongan itu juga bisa dipengaruhi oleh rasa suka kepada makanan tertentu," jelasnya.
Selain itu dari faktor lingkungan sosial juga harus memberikan dukungan. Lingkungan yang tidak kondusif umumnya membuat seseorang makan tanpa berlebihan tanpa kendali.
"Lingkungan harus dimodifikasi juga sehingga lebih kondusif untuk diet. Misalnya istrinya mau diet, tapi suaminya ajak kulineran terus malam-malam, ya sulit," tambahnya.
Dr. Gaga menambahkan, orang obesitas bisa saja pergi ke dokter gizi untuk mendapatkan motivasi dan rencana pola makan. Namun, aksinya tetap dipengaruhi diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Adapun, sekadar menghitung kalori memang umumnya bisa cepat menurunkan berat badan. Namun, Dr. Gaga menjelaskan bahwa penurunan berat badan yang cepat bisa jadi yang turun adalah masa otot dan air.
Dia menjelaskan, makan terlalu sedikit dan olahraga terlalu banyak berisiko membuat tubuh kekurangan nutrisi yang dibutuhkan. "Jangan sampai semakin cepat penurunan berat badan malah semakin dekat dengan malnutrisi," ungkapnya.
Agar Diet Tidak Yoyo
Dr. Gaga menyarankan, agar diet tidak yoyo atau kembali naik setelah berhasil menurunkan banyak berat badan, adalah dengan melakukan perubahan gaya hidup.
"Makanya saya menyarankan pasien tetap makan nasi dan lauk pauk, sayur, dan lengkapi dengan buah-buahan agar menjadi gaya hidup. Makan dengan jam yang teratur agar tidak sempat ngemil berlebihan, dan lakukan olahraga juga secara teratur," tambahnya.