Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi Nasional pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas PP KIPI) dr. Hinky Hindra Irawan Satari membantah adanya layanan detoksifikasi vaksin melalui mandi borax hingga cuci darah.
Menurutnya narasi tersebut menyesatkan masyarakat dan bertentangan dengan manfaat vaksin itu sendiri. Sebelum beredarnya layanan detoksifikasi vaksin, kabar mengenai efek dari vaksinasi memang menjadi kekhawatiran masyarakat.
Pada beberapa waktu lalu vaksin AstraZeneca menjadi sorotan usai adanya efek berupa thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) sehingga membuat perusahaan tersebut harus menarik produk vaksinnya. Meski begitu, di Indonesia belum ditemukan kasus TTS.
Akan hal tersebut, munculah sebuah unggahan video yang menyebutkan vaksin dalam tubuh bisa dikeluarkan melalui mandi dengan soda kue, garam Epsom, borax, dan cuci darah. Hinky menuturkan hal tersebut tidak memiliki efek apapun dan hanya meningkatkan risiko kanker.
“Soda kue untuk menetralisir asam, sedangkan [bahan pembersih] boraks dapat bersifat karsinogenik yang dapat menimbulkan kanker. Jadi, bukannya menyelesaikan masalah, justru akan menambah masalah kesehatan,” kata dr. Hinky, dikutip Kementerian Kesehatan pada Minggu (9/6/2024).
“Cuci darah itu menetralisir toksin-toksin, sedangkan vaksin disuntikkan akan membentuk antibodi, bukan toksin. Maka, yang namanya cuci darah bukan buat mengeluarkan antibodi, melainkan mengeluarkan zat racun. Kalau sifatnya bukan racun, ya, tidak akan keluar, karena bermanfaat bagi tubuh,” tambahnya.
Sebaliknya, Hinky menerangkan vaksin diberikan ke dalam tubuh manusia untuk membunuh patogen, virus, bakteri, atau zat asing yang dapat membahayakan kesehatan. Vaksin akan membentuk antibodi sebagai sistem pertahanan tubuh. Sedangkan detoksifikasi berkaitan dengan racun.
“Vaksin yang diberikan itu kan antigen (mikroorganisme). Artinya, komponen virus yang diinaktivasi atau dilemahkan. Jadi, yang akan terbentuk adalah antibodi. Kalau detoksifikasi ini soal toksin, racun,” ungkapnya.
Baginya vaksin tidak memiliki racun yang berbahaya bagi tubuh sehingga tidak bisa dinetralisir seperti melakukan mandi borax hingga cuci darah.
“Jadi, (di vaksinasi) tidak ada racun dan antibodi, tidak bisa dinetralisir. Bukan dinetralisir, ya, tapi kalau ada virus masuk, benda asing atau pathogen masuk, dia akan mentralisir. Oleh karena itu, tidak ada istilah detoksifikasi pada vaksin,” jelas Hinky.
Menurut Hinky, vaksin adalah cara untuk mengurangi dampak dari suatu virus atau bakteri ketika masuk ke dalam tubuh. Seperti hanya vaksin influenza yang menekan kondisi kronis pada anak-anak jika tertular.
“Kuman penyebab infeksi telinga streptococcus pneumoniae dan haemophilus influenza, kalau (anak) di vaksinasi, ya, angkanya [risiko kejadian infeksi] berkurang. Jangan sekadar berasumsi atau mendengar tanpa ada basis data yang benar,” sebut Hinky.
Dilansir European Vaccination, melakukan vaksinasi membantu menghilangkan penyakit yang mudah menular seperti cacar atau penyakit lainnya yang disebabkan virus atau bakteri.
“Dengan mendapatkan vaksinasi, masyarakat terlindungi dari penyakit serius dan terkadang kematian akibat penyakit, yang dapat dicegah dengan vaksin,” tulis dalam keterangannya.
Artinya, individu yang telah divaksinasi dan terjangkit suatu virus, maka risiko penularan kepada keluarga atau orang terdekat sangat minim. Terlebih jika mereka juga telah divaksinasi sehingga dampak yang dirasakan tidak begitu signifikan. Hal ini disebut sebagai ‘kekebalan komunitas’ atau ‘kekebalan kelompok’. (Muhammad Sulthon Sulung Kandiyas)