Bisnis.com, JAKARTA -- Masalah malnutrisi masih menghantui anak-anak di Indonesia. Masalah ini bukan sekadar anak yang kurus dan stunting, tapi juga mereka yang kelebihan berat badan atau obesitas.
Berdasarkan studi terbaru South East Asian Nutrition Surveys II (SEANUTS II) menemukan, anak Indonesia saat ini masih menghadapi 'Tiga Beban Malnutrisi', yaitu kekurangan gizi, kelebihan gizi, dan kekurangan mikronutrien.
Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), Peneliti Utama SEANUTS II memaparkan bahwa di Indonesia, prevalensi stunting pada anak di bawah usia 5 tahun di wilayah Jawa-Sumatera mencapaì 28,3%. Artinya, 3 dari 10 anak berperawakan pendek.
Lebih lanjut, prevalensi anemia adalah 17,9%. Sementara itu, 16% anak usia 7-12 tahun mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
Prof. Rini mengungkapkan beberapa tanda anak malnutrisi antara lain ketika tumbuh kembangnya sudah tidak sesuai dengan kurva pertumbuhan, anak terlalu kurus, terlalu gemuk, pendek, dan lain-lain.
"Jadi malnutrisi sangat mudah dilihat dari penampakan badannya secara umum. Kalau anak kurang gizi kan kurus, biasanya lemak subkutisnya di lengan itu tipis, sedangkan kalau anak gemuk kita lihat lemak subkutisnya tebal," ujarnya usai konferensi pers di Jakarta, Jumat (8/11/2024).
Adapun, beberapa kesalahan orang tua yang membuat anak menjadi malnutrisi bisa terjadi pada saat pemberian makanan, terutama makanan pada saat sarapan.
"Banyak yang memberikan asupan makanan asal anaknya suka, tapi tidak memperhatikan kandungan yang seimbang, misalnya kasih nasi dengan mie, itu kan jadi karbohidrat semua. Jad harus dipastikan ada karbohidrat, protein satu saja misalnya telur, kemudian sayur kalau memungkinkan. Sementara buah belum terlalu perlu," jelasnya.
Sementara itu, pada saat sarapan, penting juga untuk melengkapi asupan makanan dengan susu sapi.
Berdasarkan studi South East Asia Nutrition Surveys II (SEANUTS II), hasilnya menyoroti pentingnya sarapan dan konsumsi susu pada saat sarapan yang dapat memenuhi asupan harian Vitamin D hingga 4,4x dan Kalsium 2,6x lebih tinggi bagi anak-anak Indonesia.
Adapun, Prof. Rini menegaskan bahwa secara umum, anak-anak yang mengkonsumsi susu pada saat sarapan memiliki asupan mikronutrien esensial lebih tinggi untuk vitamin A, B12, dan D, serta Kalsium, dibandingkan anak-anak yang tidak mengkonsumsi susu saat sarapan.
Jangan Salah Kaprah
Prof. Rini juga mengingatkan bagi orang tua yang memiliki anak dengan kondisi malnutrisi kelebihan gizi sehingga obesitas, tetap penting untuk mendapatkan nutrisi dari susu sapi.
"Anak gemuk tetap penting untuk konsumsi susu juga. Ini yang orang tua sering salah kaprah, menyangka susu membuat gemuk kemudian mereka nggak diberikan susu, padahal anak gemuk bukan masalah di susunya," katanya.
Pasalnya, kandungan dalam susu seperti vitamin D dan kalsium tetap penting didapatkan terutama pada anak. Agar anak tidak semakin gemuk, yang perlu diperhatikan adalah asupan makanan dengan kalori tinggi lainnya.
"Susu kan seperti yang di kemasan kotak itu bisa dilihat kalorinya berapa. Kalau anak gemuk, yang dikurangi adalah asupan makanan lain seperti kurangi karbohidrat, atau pengolahan misalnya enggak digoreng dengan minyak banyak, itu kan bisa dimodifikasi," terangnya.
Selain itu, jika anak memiliki alergi terhadap susu sapi atau memiliki intoleransi laktosa, Prof. Rini menyarankan asupan nutrisi dari susu sapi bisa digantikan dengan susu nabati atau pengganti susu yang aman untuk anak.
"Pengganti susu kan ada, susu khusus untuk yang alergi. Jadi tetap pastikan asupan nutrisi sampai mikronutriennya lengkap untuk mencegah gangguan pada tumbuh kembang anak," imbuhnya.