Bisnis.com, JAKARTA - Penelitian baru oleh Sun Life mengungkapkan biaya tersembunyi dari hidup dengan diabetes tipe 2 serta dampaknya pada keuangan dan kesehatan mental di Asia, menyoroti kebutuhan mendesak akan pendidikan, pencegahan, dan akses terhadap perawatan.
Survei Sun Life, berjudul Healthy Habits, Healthier Futures: Preventing Diabetes in Asia, mewawancarai 3.647 orang di Indonesia, Hong Kong, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam mengenai kesadaran mereka tentang faktor risiko diabetes, pengobatan, dan pencegahan. Survei ini mencakup 600 orang yang saat ini hidup dengan diabetes tipe 2, memberikan wawasan tentang kehidupan dengan kondisi ini.
Penelitian ini mengikuti peningkatan kasus diabetes yang bersifat endemik dalam beberapa dekade terakhir, dengan lebih dari 540 juta orang hidup dengan kondisi ini di seluruh dunia berdasarkan data Federasi Diabetes Internasional.
Baca Juga Hari Diabetes Dunia 2024: Indonesia Nomor 3 dengan Penderita Pra-Diabetes Terbanyak di Dunia |
---|
Lebih dari 90 juta di antaranya berada di Asia Tenggara, di mana jumlah orang dewasa dengan diabetes diperkirakan akan melonjak menjadi 152 juta pada tahun 2045, yang menghadirkan tantangan kesehatan masyarakat yang serius. Diabetes tipe 2 adalah jenis diabetes yang paling umum, mencakup sekitar 90% dari kasus global.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa meskipun jumlah kasus terus meningkat, hanya sedikit orang yang secara aktif mengambil langkah untuk menurunkan risiko mereka terkena diabetes atau mempelajari lebih lanjut tentang kondisi ini. Bagi mereka yang menderita diabetes, dampaknya tidak hanya bersifat fisik.
Dampak Finansial dan Kesehatan Mental dari Diabetes Tipe 2
Selain dampak fisik dari diabetes, kondisi ini memiliki biaya finansial yang signifikan, mencegah banyak orang mendapatkan perawatan kesehatan yang sesuai. Sepertiga (37%) dari mereka yang hidup dengan diabetes di Indonesia melaporkan dampak finansial yang 'parah' atau signifikan dalam hidup mereka, dengan 81% tidak mampu secara konsisten membiayai perawatan yang sesuai.
Kekhawatiran finansial terkait diabetes bahkan lebih dominan dibandingkan kekhawatiran kesehatan. Sebanyak 74% non-diabetesi merasa 'sangat khawatir' atau 'khawatir' akan beban finansial yang mungkin terjadi akibat diagnosis diabetes tipe 2, yang menyoroti perlunya perlindungan asuransi kesehatan.
Penelitian ini juga mengungkapkan dampak kesehatan mental yang tersembunyi dari penyakit ini, dengan 63% penderita diabetes melaporkan dampak negatif pada kesehatan mental mereka setelah diagnosis.
Hal ini diperburuk oleh dampak sosial yang dialami di rumah dan di tempat kerja; 70% penderita diabetes merasa dihakimi oleh keluarga dan teman setelah didiagnosis dan 74% menghadapi penilaian atau prasangka di tempat kerja terkait kondisi mereka.
“Beban fisik, mental, dan finansial dari diabetes bisa sangat besar. Jumlah penderita diabetes yang tidak mampu membiayai perawatan yang konsisten menunjukkan kebutuhan mendesak akan akses yang terjangkau ke pengobatan. Sebagai perusahaan asuransi, kami berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya pencegahan diabetes tipe 2 sedini mungkin melalui habituasi gaya hidup aktif dan sehat bagi generasi muda serta didukung dengan penyediaan akses olahraga bagi komunitas masyarakat yang membutuhkan,” ujarf Chief Client Officer Sun Life Indonesia Kah Jing Lee.
Hanya Sedikit Orang yang Melakukan Langkah Pencegahan
Risiko diabetes terus meningkat di Indonesia, namun hanya 47% dari populasi yang menjalani pemeriksaan tahunan untuk diabetes tipe 2 dan 36% belum pernah melakukan pemeriksaan, yang menyebabkan diagnosis tak terduga dan kasus yang seharusnya bisa dicegah.
Hanya sebagian kecil yang secara konsisten melakukan langkah pencegahan seperti menjaga pola makan sehat, memantau berat badan dan gula darah, serta rutin berolahraga. Satu dari lima orang tidak memastikan anak-anak mereka mengonsumsi makanan sehat, dan 27% tidak mendorong anak-anak mereka untuk berolahraga.
Banyak orang kesulitan memahami informasi gizi. Sebanyak 31% kesulitan mengidentifikasi gula dan lemak tersembunyi dalam pola makan mereka, sementara 23% kesulitan memahami dampak makanan tertentu pada kadar gula darah mereka.
Olahraga teratur, pola makan sehat, dan skrining dini memiliki kekuatan untuk mengurangi risiko diabetes, namun bergantung pada peningkatan kesadaran.
Kurangnya Aktivitas Fisik Meningkatkan Risiko Diabetes
Penurunan aktivitas fisik, diperparah dengan kurangnya ruang olahraga yang aman, meningkatkan risiko diabetes di seluruh Asia. Lebih dari sepertiga (35%) responden di Indonesia melaporkan penurunan aktivitas fisik dalam 5 tahun terakhir, dengan orang-orang muda lebih mungkin melaporkan penurunan ini. Di antara mereka yang melaporkan kurangnya olahraga, 60% menyebutkan kurangnya akses ke ruang olahraga yang aman dan berkualitas di daerah mereka.
Masih Ada Mitos
Diabetes adalah salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius yang dihadapi Asia, namun mitos umum tentang kondisi ini masih banyak beredar, terutama terkait faktor risiko.
Hampir satu dari tiga orang (46%) percaya bahwa diabetes tipe 2 hanya memengaruhi individu dengan kelebihan berat badan, 68% percaya bahwa diabetes hanya disebabkan oleh konsumsi gula berlebihan, dan 47% berpikir bahwa pengobatan diabetes selalu memerlukan suntikan insulin.
Survei ini juga menemukan bahwa para diabetesi memiliki kesadaran risiko yang rendah sebelum diagnosis mereka. Sebanyak 35% melaporkan mereka memiliki pemahaman yang buruk atau sangat buruk tentang kondisi tersebut sebelum diagnosis. Lebih dari sepertiga diabetesi (28%) percaya bahwa mereka berisiko rendah atau tidak mempertimbangkan risiko mereka sama sekali sebelum diagnosis, sementara hanya 13% diabetesi yang percaya bahwa mereka berisiko tinggi.
Temuan ini menunjukkan bahwa kesalahpahaman tentang risiko dan penyebab diabetes dapat menghambat pencegahan, diagnosis dini, dan pengobatan, sehingga edukasi tentang topik ini menjadi sangat penting.
Pemahaman tentang Pengobatan Diabetes Tipe 2 Masih Kurang
Meskipun tidak ada obat, para profesional medis mengatakan banyak orang dapat membalikkan kondisi diabetes dalam waktu satu tahun setelah diagnosis melalui perubahan gaya hidup positif seperti pilihan makanan yang lebih sehat dan lebih banyak berolahraga. Mengadopsi perubahan gaya hidup ini dapat menjaga kadar glukosa tetap normal tanpa perlu insulin. Namun, kesadaran tentang potensi membalikkan diabetes masih terbatas. Hanya setengah dari masyarakat umum yang percaya bahwa diabetes tipe 2 dapat dikelola tanpa obat-obatan.
Hanya sedikit penderita diabetes di Indonesia yang secara aktif mencoba memulihkan kondisi mereka. Sementara 91% diabetesi percaya bahwa remisi mungkin terjadi, kebanyakan dari mereka tidak percaya hal itu dapat dicapai dalam waktu satu tahun meskipun banyak profesional medis menyarankan bahwa ini memungkinkan.
Memberdayakan orang untuk secara efektif mengelola kondisi mereka memerlukan akses ke perawatan kesehatan dan nasihat medis, edukasi tentang strategi manajemen terbaru, dukungan perilaku untuk perubahan gaya hidup, serta pilihan makanan dan olahraga yang terjangkau dan mudah diakses.