Bisnis.com, JAKARTA - Ada beberapa penyakit yang kerap mendapat julukan si pembunuh diam-diam atau silent killer, salah satunya adalah aneurisma aorta abdominalis. Namanya mungkin masih terdengar asing, tetapi penyakit ini juga perlu diwaspadai karena termasuk penyakit mematikan.
Menurut dokter spesialis bedah konsultan vaskular dan endovaskular Rumah Sakit Premier Bintaro Alexander Jayadi Utama, aneurisma aorta abdominalis merupakan pembengkakan yang terjadi pada pembuluh darah di bagian perut. “Jadi, pembuluh darahnya dapat membesar dan menipis, sehingga dindingnya berpotensi pecah,” katanya.
Aorta merupakan arteri paling besar yang berasal dari jantung melewati daerah dada dan perut, yang akan membawa darah teroksigenasi ke seluruh tubuh. Bagian aorta yang melewati perut dikenal dengan istilah aorta abnominalis. Pada aneurisma aorta abdominalis, dinding aorta di daerah perut melemah dan membesar secara bertahap dalam beberapa waktu tertentu.
Penyakit ini bisa mengancam jiwa, terutama ketika terjadi pelebaran dan pembesaran dinding aorta, sehingga berisiko pecah dan dapat menyebabkan perdarahan hebat organ dalam. Kalau sudah kondisi begini, risiko kematian hanya dalam hitungan menit.
Yang perlu diwaspadai, aneurisma aorta abdominalis seringkali tidak menimbulkan gejala. Apalagi, penyakit ini juga termasuk salah satu jenis penyakit keturunan. Sejauh ini, dokter kerap menemukan aneurisma aorta abdominalis tanpa sengaja saat pasien memeriksakan kesehatan untuk bagian tubuh lainnya.
Namun, ada beberapa gejala yang pernah ditemukan untuk penyakit ini, seperti rasa berdenyut dalam perut, nyeri hebat pada perut, serta nyeri dan luka pada kaki.
Nyeri yang diderita juga bisa dirasakan menusuk dalam di punggung dan penderita sering merasakan denyutan di perutnya.
Nyeri bisa menjadi berat dan biasanya menetap, tetapi perubahan posisi badan bisa mengurangi rasa nyeri ini.
Untuk orang yang bertubuh kurus, pada bagian perutnya akan ada semacam benjolan yang berdenyut, dan pada saat diraba terasa lunak serta tanpa rasa nyeri. Namun, untuk orang yang bertubuh gemuk, tidak akan terlihat tanda-tanda yang sama.
Untuk menangani aneurisma aorta abdominalis, bisa dilakukan dengan tindakan operasi dan tindakan minimal invasif tanpa luka. Dokter hanya melakukan tindakan jika diameter pembuluh darah yang bengkak sudah mencapai 4 hingga 4,5 cm. Apalagi, penanganan dengan operasi risikonya lebih besar karena potensi pecahnya aneurisma juga bisa besar.
Bila aneurisma pecah, risiko ginjal mengalami cedera juga tinggi karena terganggunya aliran darah ke ginjal atau syok akibat kehilangan darah. Jika setelah pembedahan terjadi gagal ginjal, harapan hidup penderita sangat tipis karena aneurisma yang pecah tidak bisa diobati, dan selalu berakibat fatal.
Jika saat ditemukan diameternya baru sekitar 3 cm, dokter akan mengontrol faktor risikonya seperti pasien harus berhenti merokok, menurunkan tekanan darah, hingga mengonsumsi obat-obatan.
Apabila pembuluh darah yang menggembung itu pecah sebelum mendapatkan penanganan, si penderita akan mengalami pendarahan di bagian dalam tubuh dan memperlihatkan gejala keringat dingin serta pucat, bahkan bisa sampai hilang kesadaran dan meninggal.
TERJADI PADA SIAPA SAJA
Penyakit ini lebih banyak dijumpai di Eropa. Aneurisma aorta abdominalis bisa terjadi pada siapa saja, tetapi paling sering ditemukan pada pria usia 40-70 tahun, terutama pada orang-orang di atas usia 60 tahun. Biasanya, beberapa kasus sering ditemukan pada bagian aorta yang terletak tepat di bawah daerah ginjal.
Hingga kini, penyebabnya berkaitan dengan gaya hidup seperti banyak mengonsumsi lemak berlebihan, kurang mengonsumi serat, dan merokok diyakini menjadi pemicu seseorang menderita aneurisma aorta abdominalis.
Orang yang berusia lanjut, mengidap hipertensi maupun diabetes mellitus juga berpotensi terkena aneurisma aorta abdominalis. Penyakit ini lebih banyak menyerang pria daripada perempuan dengan perbandingan empat banding satu.
Di Indonesia, aneurisma aorta abdominalis bagaikan fenomena gunung es, mengingat hanya sedikit yang telah terdiagnosa karena kurangnya pengetahuan akan penyakit ini. Pada tahun lalu, ada sekitar 45 kasus aneurisma aorta abdominalis yang terdata di seluruh wilayah Jakarta.
Untuk pencegahan, mulailah memperhatikan gaya hidup Anda. Tidak ada salahnya untuk lebih selektif memilik jenis makanan yang dikonsumsi, serta hindari merokok dan rutin melakukan olahraga.