Bisnis.com, JAKARTA—UNICEF Indonesia mendukung keputusan Majelis Kesehatan Dunia untuk memperkuat perlindungan pemberian ASI untuk bayi berusia di atas enam bulan.
Majelis Kesehatan Dunia, badan tertinggi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang terdiri dari para Menteri Kesehatan negara-negara anggota WHO itu merilis resolusi yang menyerukan mengakhiri promosi tidak pantas pada makanan dan minuman untuk bayi dan anak-anak, termasuk makanan pengganti Air Susu Ibu (ASI) dan makanan pendamping.
Kepala bidang Nutrisi UNICEF Indonesia Harriet Torlesse mengungkapkan ini adalah kabar baik karena lebih dari 2,5 juta bayi yang dilahirkan setiap tahun di Indonesia tidak mendapat manfaat maksimal dari pemberian ASI. Hal ini disebabkan para orang tua mendapat informasi berlawanan mengenai apa yang terbaik untuk anak mereka.
Dengan mengadopsi resolusi-resolusi baru ini, ujarnya, UNICEF mendesak pemerintah untuk memperpanjang cakupan undang-undang guna mengikutsertakan promosi dan iklan semua pengganti ASI yang secara spesifik dipasarkan untuk konsumsi anak hingga usia 3 tahun.
Dia menegaskan panduan itu memperjelas “formula lanjutan” dan “susu pertumbuhan” harus diatur dengan cara yang sama meski promosi dan iklan susu formula untuk anak berusia 0-6 bulan dilarang di Indonesia.
ASI adalah susu ideal untuk anak-anak. ASI aman, bersih, ramah lingkungan dan mengandung antibodi yang membantu melindungi bayi dari banyak penyakit umum anak-anak. Anak-anak yang mendapat ASI menunjukkan performa lebih baik dalam tes intelejensia, cenderung tidak mengalami kelebihan berat badan atau obesitas dan tidak rentan diabetes.
“Perempuan yang memberikan ASI memiliki lebih sedikit risiko terkena kanker payudara dan rahim. Namun, pemasaran yang tidak pantas terhadap pengganti ASI terus mengikis upaya untuk meningkatkan tingkat dan durasi pemberian ASI di seluruh dunia,” tegasnya dalam siaran pers, Senin (6/6/2016).
UNICEF, WHO dan Kementerian Kesehatan, lanjutnya, menyarankan agar ASI diberikan kepada anak-anak hingga mereka berulang tahun yang kedua. Untuk bayi yang baru lahir, hal ini berarti mereka harus segera mendapat ASI setelah dilahirkan dan hanya mengonsumsi ASI selama 6 bulan pertama, tanpa air, tanpa makanan lain apa pun, hanya ASI.
Untuk bayi berusia di antara 6 bulan hingga 2 tahun, ASI harus terus berlanjut, dan didukung dengan makanan lain yang aman serta memiliki nutrisi penting. Namun, di Indonesia, meski angka perempuan yang memberikan ASI cukup tinggi (96%), hanya 42% bayi berumur dibawah 6 bulan mendapat ASI eksklusif dan saat usia anak menjelang 2 tahun, hanya 55% yang masih mendapat ASI.
“Selain harus tetap melanjutkan upaya kita untuk meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif, kita juga harus melindungi, mempromosikan dan mendukung pemberian ASI hingga anak-anak berumur sedikitnya 2 tahun,” ucapnya.
Perlu diketahui, bisnis pengganti ASI adalah bisnis besar, dengan prediksi penjualan mencapai Rp25,8 triliun di Indonesia tahun ini. Akan tetapi jika anak-anak mendapat ASI sesuai rekomendasi, negara ini akan menghemat Rp20 triliun setiap tahun untuk biaya pelayanan kesehatan dan upah.
Analisis yang dilakukan oleh Universitas Padjajaran dengan UNICEF dan Alive and Thrive, telah mengungkap peningkatan pemberian ASI di Indonesia dapat menyelamatkan 5.337 jiwa anak dan menghemat Rp3 triliun dalam biaya kesehatan setiap tahun dengan mencegah penyakit-penyakit anak seperti pneumonia dan diare.
“Meningkatkan pemberian ASI dapat menghemat hingga Rp17 triliun setiap tahun pada biaya yang dialokasikan untuk upah berkat peningkatan dalam kemampuan kognitif dan bertambahnya pendapatan dalam periode hidup di kemudian hari,” tutupnya.