Bisnis.com, JAKARTA - Menjadi Odapus, atau orang dengan penyakit Lupus, tidak membuat Tiara Savitri merasa bahwa hidupnya sudah berakhir dan tidak ada yang bisa diperbuat dengan kondisinya tersebut.
Dua kali sudah ia lolos dari "lubang jarum" dan kemudian mendirikan Yayasan Lupus Indonesia pada 1998 yang sampai sekarang masih dikelolanya. Dalam kegiatan memperingati Hari Lupus Sedunia di gedung Ditjen P2PTM Kementerian Kesehatan, Jakarta, baru-baru ini, ia sempat mengisahkan perjalanan hidupnya menghadapi penyakit "seribu wajah" tersebut.
Saat awal mengalami panas tinggi, dia didiagnosis diserang penyakit tipus, kemudian kembali lagi menderita panas tinggi dan diduga penyakit demam berdarah. "Begitu saja terus dan semua gejala-gejala penyakit Lupus semua terjadi pada saya," ujarnya.
Baca Juga Serangan Penyakit Lupus Semakin Gawat |
---|
Ia sempat dirawat selama 8,5 bulan di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta, tetapi karena pihak keluarga melihat tidak ada perubahan, maka ia direncanakan untuk dibawa pulang.
Namun salah seorang dokter kulit menahan kepulangannya dan setelah berkonsultasi bersama dokter RSCM dengan membawa semua hasil Lab, dokter di RSCM memastikan bahwa ia diserang penyakit Lupus. Kemudian dokter kulit tersebut meminta agar ia tidak dibawa pulang dan memerintahkan untuk diberikan obat steroid dengan dosis paling tinggi.
"Waktu itu kulit saya juga sudah kena, rasanya saya memiliki Lupus paling paripurna. Semua gejala saya kena, organ saya semua sudah kena. Terakhir, dua tahun lalu, liver dan jantung saya juga sudah kena," tutur Tiara
Pada 1996 Tiara juga pernah mengalami kebocoran ginjal. Namun, kondisi tersebut tidak menghalanginya untuk tetap beraktivitas. Menurut dia, kuncinya adalah bagaimana menjalani pola hidup sehat dan yang nomor satu adalah bagaimana mengelola stres. Ketika sakit pada 1987, ia tetap kuliah di dua tempat untuk menunjukkan bahwa walaupun memiliki Lupus ia masih bisa mengejar cita-citanya.
Tiara juga sempat bercerita bagaimana ketika ia belum mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai penyakit yang dimilikinya.
"Dokter zaman dulu menjelaskan, ya, tidak, ya, tidak. Tapi dokter zaman sekarang lebih membumi, lebih kooperatif, lebih bisa diajak bicara dan lebih bisa menjelaskan, dan dokter yang dulu a, i, e, o saya pikir sudah saatnya untuk lebih membumi," lanjut Tiara.
Hal itu, lanjut Tiara, karena sebetulnya untuk sakit yang seperti ini pasien Lupus sangat membutuhkan dokter yang bisa diajak bicara, terlebih penyakit ini tidak hanya ditangani satu dokter dan kekurangpamahaman mengenai penyakit ini juga masih dialami banyak Odapus.