Bisnis.com, JAKARTA – Setiap hari, kita dibombardir dengan pengetahuan tentang saran menjalani hidup sehat. Tentang waktu tidur selama tujuh hingga semnbilan jam setiap malam, makan buah dan sayuran, berolahraga secara teratur, minum banyak air, dan menghindari alkohol.
Informasi dari Abc.net.au menunjukkan bahwa nyatanya banyak hal yang perlu dipertimbangkan, kendati hal tersebut didasarkan pada sains dan saran medis terbaik. Sebab, sebagian orang menyatakan bahwa pedoman tersebut sebenarnya bisa tidak membantu, atau sekedar tidak realistis.
Jika Anda seorang pekerja shift, atau jika Anda memiliki beragam pekerjaan, tidur nyenyak selama delapan jam setiap malam bukan sesuatu yang bisa Anda pilih untuk dilakukan.
Lantas, jika Anda berada dalam posisi masih kesulitan membagi waktu antara kerja dan keluarga, atau mendapati masalah keanggotaan gym yang terlalu mahal, maka berolahraga menjadi sangat sulit dilakukan.
Atau jika Anda tidak mampu membeli atau mengakses buah dan sayuran berkualitas untuk dikonsumsi, itu bisa menampik saran yang mengasumsikan Anda bisa.
Seringkali saran yang dimaksudkan, baik dari dokter maupun ahli medis dapat melesat karena mengasumsikan kita semua memiliki pilihan untuk tidur lebih banyak, berolahraga lebih rutin, dan makan makanan yang sehat.
“Ketika Anda memiliki kesulitan yang berat, hal terakhir yang Anda pikirkan adalah kesehatan. Perhatian utama Anda adalah bertahan hidup. Kedengarannya berlawanan dengan intuisi, tetapi bertahan hidup dan menjalani hidup yang sehat adalah hal yang hampir saling bertentangan,” ujar Liz Allen, seorang ahli demografi di Universitas Nasional Australia (ANU).
Allen menceritakan pengalaman pribadinya bahwa hal tersebut bukan hanya tentang pilihan. Masa kecilnya ditandai oleh trauma dan pelecehan, dan menjadi terlalu sulit untuk tinggal di rumah. Dia seorang tunawisma di usia 16 tahun dan memiliki anak pertamanya di usia 17 tahun.
Selama bertahun-tahun, dengan susah payah, dia mengukir kehidupan baru untuk dirinya sendiri melalui pendidikan. Dia benar-benar merasa berurusan dengan ‘serangan panik konstan’. Sebab selalu khawatir tentang bagaimana membayar tagihan, menghangatkan rumah atau menjaga anak dengan pakaian yang bersih tanpa mesin cuci.
Dia tidak kepikiran untuk jogging. Tentang tidur pun sewaktu-waktu jika bisa mendapatinya. Adapun tentang pilihan makanan ditentukan oleh apa yang dia mampu dapatkan, bukan apa yang diinginkan, atau apa yang terbaik untuknya dan keluarganya.
“Banyak orang mengatakan ini tentang pilihan, bahwa orang-orang dalam situasi yang lebih miskin membuat pilihan yang lebih buruk. Bukan itu masalahnya,” ceritanya.
“Mereka memiliki peluang lebih sedikit dan lebih terbatas oleh fakta sumber daya yang tersedia bagi mereka,” lanjutnya.
Kerugian Bagi Kesehatan
Data dari Survei Kesehatan Nasional dari Biro Statistik Australia (ABS) menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di daerah yang paling tidak beruntung di Australia lebih cenderung memiliki kelebihan berat badan, lebih mungkin untuk merokok, dan kurang berolahraga. Mereka juga lebih mungkin menderita kanker dan lebih mungkin mengalami tingkat tekanan psikologis yang tinggi.
Konsekuensinya jelas bahwa orang yang kurang beruntung mati lebih muda. Sebuah studi menemukan bahwa harapan hidup pria yang paling tidak beruntung secara sosial ekonomi di New South Wales adalah 3,8 tahun lebih rendah daripada yang paling diuntungkan.
Bahkan, bagi penduduk asli Australia, jaraknya bahkan lebih besar. Data dari ABS menunjukkan bahwa pria pribumi memiliki harapan hidu saat lahir 10,6 tahun lebih rendah daripada pria non-pribumi.
Sementara itu, untuk wanita jaraknya 9,5 tahun. Salah satu faktornya adalah akses ke makanan sehat. Banyak orang Australia tinggal di daerah yang bahan makanan yang segar dan sehat sangat mahal, dan terbilang mustahil untuk membelinya.
Tidak hanya perkara kesenjangan ekonomi. Ternyata jika pun seseorang merasa nyaman secara finansial, mungkin ada hambatan lain untuk kesehatan.
Pada 2015, data ABS menunjukkan bahwa hampir 2 juta orang Australia bekerja shift mengalami masalah peningkatan risiko diabetes, jantung, hingga stroke.
Misalnya, Rose Gaumann, 29, mencintai pekerjaannya mengelola sebuah bar di pinggiran kota Melbourne. Tapi, seperti banyak pekerja shift, dia sulit tidur nyenyak.
“Aku melalui tahap-tahap di mana aku hanya tidur lima jam di malam hari, dan kemudian aku akan berusaha tidur selama 12 jam pada hari libur, tetapi kemudian akhirnya merasa lelah,” ungkapnya.
Pun dengan urusan makanan, dia bercerita bahwa cukup sulit untuk makan dengan baik. Sebab, dia pulang kerja dan kemudian makan pada pukul 04.00 pagi sehingga sulit baginya untuk mengelola fluktuasi berat badan.
“Dalam hal saran kesehatan umum [bangun pagi, sarapan, dan berolahraga setiap hari], Anda tidak bisa melihatnya, karena itu tidak berlaku. Yang bisa dilakukan adalah mencoba menemukan rutinitas dan tetap melakukannya,” lanjutnya.