Ketua PERHOMPEDIN DKI Jakartarta Dr Ronald A. Hukom, MHSc, SpPD KHOM,  saat sesi presentas 'Penatalaksanaan Kanker di Era BPJS Kesehatan' bersama CISC pada Senin (15/7/2019) di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat. JIBI/Bisnis/Ria Theresia Situmorang
Health

BPJS Kesehatan Perlu Audit Pemakaian Obat Kanker

Ria Theresia Situmorang
Selasa, 16 Juli 2019 - 08:58
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Dokter ahli penyakit dalam dan onkologi medik Dr Ronald A Hukom menegaskan perlu dibuat sistem audit terhadap pemakaian obat kanker untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi penderita kanker. 

Dalam lima  tahun pelaksanaan program JKN (2014-2019), Ronald menuturkan, bahwa belum pernah ada audit secara khusus pemakaian obat kanker yang meneliti apakah rumah sakit dan BPJS Kesehatan di seluruh daerah atau provinsi sudah mengikuti restriksi yang ditentukan dalam Formularium Nasional (Fornas). 

Secara khusus Ronald Hukom menyoroti kasus pencabutan dua obat terapi target untuk kanker kolorektal dari Fornas, sehingga pasien tidak bisa lagi mendapatkan obat yang diperlukan tersebut. 

"Audit pemakaian obat kanker secara berkala akan membantu menyelamatkan miliaran rupiah dana JKN, dan penderita kanker yang memang membutuhkan obat ‘mahal’ tertentu untuk hasil terapi yang lebih baik, tidak dirugikan karena obat yang diperlukan tidak dijamin oleh BPJS,” kata Ronald diskusi interaktif dengan tema 'Penatalaksanaan Kanker di Era BPJS Kesehatan', Senin (15/7/2019).

Ronald menyampaikan pandangan bahwa kanker merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan adalah keliru. 

Kanker, menurutnya, termasuk dalam tiga penyakit kronis yang paling banyak di derita orang Indonesia setelah penyakit jantung dan gagal ginjal yang juga memakan biaya yang tak sedikit.

"Banyak warga negara kita yang masih berobat ke China, Malaysia, dan Singapura karena menganggap mutu pengobatan kanker di Indonesia belum memuaskan. Ratusan triliun rupiah dihabiskan, padahal angka ini sebetulnya bisa ditekan bila Kementerian Kesehatan bersama BPJS, bisa terus melakukan berbagai perbaikan dalam sistem pelayanan kesehatan, termasuk untuk kanker," ujarnya saat ditemui di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (15/7/2019). 

Ronald pun menambahkan sebuah studi yang menyebutkan, setiap tahun diperkirakan Indonesia mengalami kerugian US$48 miliar karena pasien yang berobat keluar negeri. 

“Mungkin hanya diperlukan dana 3 - 5 persen dari yang dibawa pasien ke luar negeri dalam 5 - 10 tahun terakhir, untuk membangun beberapa pusat kanker modern dengan fasilitas diagnostik dan terapi lengkap di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Tidak perlu semua pasien kanker dirujuk ke Jakarta,” sambungnya. 

 

 

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro