Aktris pemeran film Kartini, Dian Sastrowardoyo menyapa penggemar saat Meet and Greet Kartini di Atrium The Park Mall, Solo Baru, Sukoharjo, Minggu (16/4)./JIBI-Nicolous Irawan
Health

Kisah Dian Sastro tentang Putranya yang Didiagnosa Autisme

Dewi Andriani
Sabtu, 24 Agustus 2019 - 10:24
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Dian Sastrowardoyo termasuk salah satu artis yang jarang menceritakan kehidupan pribadinya.

Namun, ada satu rahasia mengenai tumbuh kembang putranya, Shailendra Naryama Sastraguna Sutowo yang akhirnya diungkapkan ke publik.

Siapa sangka, ternyata putra sulung Dian terdiagnosa autisme yang gejalanya mulai terlihat sejak usia 6 bulan.

Hal ini disampaikan secara terbuka oleh Dian saat menjadi salah satu narasumber dalam konferensi pers SPEKIX (Special Kids Expo) 2019 di JCC Senayan, Jumat (23/8/2019).

Awalnya, pemeran Cinta dalam film Ada Apa Dengan Cinta? ini sempat curiga ketika sang buah hati jarang sekali melakukan kontak mata dengannya serta lebih fokus mengerjakan sesuatu sendiri seolah memiliki dunianya sendiri.

Padahal sebagai orang tua, Dian sangat ingin bisa membangun bonding dengan putranya.

"Saya waktu itu sangat merindukan bisa bonding dengan anak. Saling menatap dan bermain bersama tapi itu tidak bisa saya dapatkan," ujarnya.

Kecurigaannya kian bertambah ketika putranya yang sudah disekolahkan sejak usia 6 bulan tersebut, sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan pada sekitar.

Saat anak lain ikut bermain dan mengikuti guru, putranya malah fokus dengan hal lainnya. Perbedaan ini terasa sangat kental.

Dian kemudian tidak ingin tinggal diam. Nalurinya sebagai seorang ibu langsung merasa ada yang janggal pada tumbuh kembang anaknya.

"Ternyata betul setelah dicek ke tiga dokter tumbuh kembang, dan psikolog, anak saya memamg terdiagnosa autism," ungkapnya.

Meski sang suami, Maulana Indraguna Sutowo sempat menyangkal bahwa putranya mengidap autis, wanita lulusan Filsafat UI ini tetap mengikuti nalurinya untuk segera melakukan intervensi serta melakukan terapi khusus untuk sang buah hati. Mulai dari terapi prilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi.

"Akhirnya kita langsung buka diri, mending intervensi sedini mungkin ketika melihat ada ciri yang berbeda pada anak."

Beruntung, setelah dilakukan intervensi sedini mungkin sejak putranya berusia 8 bulan hingga 4 tahun, kini Shailendra tidak perlu lagi diterapi sejak usia 6 tahun karena sudah lebih bisa membuka diri, berkomunikasi dua arah, dan senang bersosialisasi.

Penulis : Dewi Andriani
Editor : Akhirul Anwar
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro