Bintang Tanatimur dengan latar belakang karyanya./Bisnis.com-Dionisio Damara
Entertainment

Bintang Tanatimur, Karya Lukis yang Tak Sekadar Lukisan

Dionisio Damara
Sabtu, 21 September 2019 - 21:01
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Karya-karya Bintang Tanatimur, 14 tahun, seolah tak pernah diam. Karya itu bercerita dari satu pigura menuju pigura lainnya. Keberadaannya tidak hanya indah secara visual, tetapi juga mencerminkan realitas sosial.

Satu karya lukis berjudul Catatan Menteri Kelautan yang terpajang dalam  pameran tunggal ketiganya, di Gedung Masterpiece, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8), menarik perhatian.

Bintang Tanatimur, Karya Lukis yang Tak Sekadar Lukisan

Raut wajah para pengunjung pameran itu menyiratkan batas tipis antara kekaguman dan kebingung­an. Catatan Menteri Kelautan adalah karya seni yang terbuat dari kotak bekas makanan berukuran 25x25 cm. Di atas medium tersebut, Bintang menggoreskan gambar ikan, buku, dan pot bunga dengan correction pen (tip-ex).

Karya itu tampak biasa dan sederhana. Namun, jika dilihat lebih detail, ditambah dengan memahami latar belakang usia pembuatnya, makna dari karya tersebut tentu jauh dari kata sederhana.

Bintang Tanatimur, Karya Lukis yang Tak Sekadar Lukisan

Bintang yang duduk di bangku sekolah menengah pertama membuat karya itu lantaran sering melihat Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengimbau masyarakat agar rajin makan ikan.  “Imbauan itu sering saya lihat di televisi,” ujarnya.

Beda lagi dengan Revolution. Kali ini, Bintang menciptakan kesenian dari kotak teh yang tiap sudut sikunya telah dilepas. Karya itu kecil. Ukurannya bahkan tidak sampai sejengkal tangan orang dewasa.

Menurut Bintang, karya tersebut adalah wujud dari realitas dunia kekinian. Dia menyimpulkan bahwa kehidupan manusia kian canggih, sehingga teknologi yang tersedia juga semakin kecil.

“Dulu handphone masih [berukuran] tebal, tetapi sekarang sudah semakin tipis. Itu menandakan bahwa benda yang semakin kecil juga semakin canggih,” tuturnya.

Selain itu, ada juga lukisan karakter yang diberi nama Mimigar. Karakter berupa gambaran kepala tanpa tangan dan kaki. Rambutnya absurd. Terkadang botak, bisa juga gondrong, bahkan ada yang menyerupai antena.

Terlepas dari kesan absurd, remaja kelahiran Yogyakarta ini sebenarnya seorang ekspresionistik yang peka menumpahkan beragam perasaan ke dalam satu objek lukisan. Maka tergambarlah wajah Mimigar dengan beragam ekspresi.

Ketika ditanya dari mana idenya berasal, Bintang menjelaskan bahwa ide tersebut muncul secara tiba-tiba di kepala. Akan tetapi, yang patut disadari, tiap-tiap gagasan tentu tidak datang dari ruang-ruang hampa dan kehadirannya pun tidak bebas nilai.

Literasi Visual

Sadar atau tidak sadar, kemampuan Bintang dalam melukis merupakan buah hasil literasi visual yang tertanam. Sejak kecil, Bintang terbiasa melihat seni visual karena kedua orang tuanya merupakan seniman.

Mikke Susanto, ayah Bintang, adalah seorang kurator seni sekaligus dosen seni rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Adapun Rina Kurniyati, ibu Bintang, adalah seorang seniman lukis kaca.

“Kalau kata ayah, dari kecil saya sudah diajak melihat pameran dan karya lukis,” tutur bungsu dari dua bersaudara ini.

Kebiasaan sejak kecil inilah yang membuat Bintang terliterasi secara visual sehingga mampu menciptakan karya seni rupa.

Linda Lohr, dalam Creating Graphics for Learning and Performance: Lessons in Visual Literacy (2008), mengatakan bahwa literasi visual didefinisikan sebagai kemampuan memahami dan menggunakan gambar untuk berpikir, belajar, dan mengekspresikan diri.

 “Untuk mengurai makna visual perlu menginterpretasikan banyak gambar dan pengetahuan gambar lain sebagai referensi serta kosakata visual."

Sementara itu, untuk membuat gambar dengan makna tertentu merupakan kemampuan lebih lanjut dari literasi visual,” kata Linda.

Dalam mempelajari literasi visual, terdapat proses interaksi yang terjadi secara internal dan eksternal.

Kondisi internal memposisikan kesiapan individu dalam menerima pembelajaran kognitif, sedangkan eksternal dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, terutama keluarga.

Mikke menjelaskan Bintang tumbuh dalam kondisi keluarga yang egaliter, sehingga mampu mengkritisi satu peristiwa tanpa takut mengemukakan gagasan.

Dia juga tidak menekankan keterampilan menghias, tetapi lebih memicu kesadaran Bintang untuk mengekspresikan sikap dan perasaannya melalui karya seni.

“Perkara melukis hari ini bukan terkait dengan teknik menggambar, tetapi bagaimana merespons peristiwa [di sekitar] untuk kemudian diekspresikan lewat gambar. Daya kritis untuk merepons peristiwa itu yang perlu ditanamkan kepada anak,” kata Mikke.

Pengamat dan penulis seni rupa, Agus Dermawan, menuturkan bahwa sudah sepatutnya ekspresi dari anak-anak tidak dibatasi oleh kaidah teknik seni rupa konvensional.

Dengan tidak membatasi kebebasan berekspresi, kata Agus, spontanitas anak akan tumbuh sehingga menghasilkan karya seni yang variatif, ekspresif, dan jujur. “Nilai-nilai spontanitas itu terlihat dari lukisan Bintang,” ujarnya.

Hasilnya, karya-karya Bintang memiliki cerita dari tiap goresan di atas kanvas. Karyanya tidak hanya indah, tetapi kaya makna sosial. Lukisan Bintang tak sekadar lukisan.

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro