Bisnis.com, JAKARTA – Memakai masker dengan jangka waktu yang panjang memang tidak nyaman. Apalagi kerapkali penggunanya dihadapkan dengan bau mulut.
Bau mulut pada masker bisa disebabkan dari makanan atau minuman yang dikonsumsi atau bahkan mungkin selama ini tanpa disadari mulut memang bau atau halitosis.
"Ketika masker menutupi hidung dan mulut, konsentrasi setiap bau mulut meningkat, memungkinkan kita untuk menciumnya. Tanpa masker, bahkan jika seseorang memiliki bau mulut, dia mungkin tidak menyadarinya," kata Dr Edwin Chng, direktur medis Parkway Shenton, dilansir dari Channel News Asia, Kamis (23/7/2020).
Dr Koh Chu Guan, seorang konsultan senior di National Dental Centre Singapore menjelaskan bahwa sejatinya ada bakteri yang hidup di mulut setiap saat. Ketika bernapas, terutama dengan mulut, udara lembab dan partikel yang dihasilkan oleh bakteri terjebak dalam masker. Ketika tetesan air liur mengering, mereka meninggalkan bau pada masker.
"Kainnya mungkin tidak masalah. Jika bahannya tipis dan keropos, itu mungkin menjebak lebih sedikit udara dan karenanya, pemakainya mungkin kurang menyadari halitosis," tambahnya.
Lebih lanjut dia menerangkan mulut yang lebih kering, terutama jika tidak minum cukup air, dapat menyebabkan bau mulut. Ini diperparah jika pemakainya merokok atau mengonsumsi minuman diuretik seperti kopi.
Untuk membedakan halitosis sebenarnya dari bau masker, lepaskan masker dan hiruplah tangan yang ditangkupkan melalui mulut. Bau tidak akan ada jika itu disebabkan oleh masker, kata Dr Chng.
Kadang-kadang, situasi canggung secara sosial adalah yang paling tidak dikhawatirkan ketika bau mulut terdeteksi. Ya, gigi berlubang, kebersihan mulut dan pola makan yang buruk (terutama ketika seseorang habis makan banyak bawang putih, durian, produk susu, dan protein) dapat berperan. Bahkan banyak bicara dapat membuat mulut kering dan akhirnya menciptakan bau mulut. "Air liur memiliki efek 'mencuci'. Orang dengan mulut kering kehilangan manfaat air liur dan meningkatkan kemungkinan memiliki bau mulut," tutur Dr Koh.
Namun terkadang, halitosis juga bisa menjadi tanda masalah kesehatan yang lebih serius, meliputi masalah lambung (termasuk infeksi lambung dan penyakit refluks), dan kanker saluran aerodigestif bagian atas (seperti rongga hidung, laring, trakea, dan kerongkongan).
Bahkan obat-obatan tertentu seperti obat untuk penderita diabetes tipe 2, aspirin, antihistamin, antidepresan, diuretik, dan dekongestan dapat menjadi sumber napas busuk Anda. "Suplemen vitamin tertentu, seperti asam lemak omega 3, juga merupakan penyebabnya," beber Dr Chng.
Setidaknya ada beberapa bau yang dapat dihasilkan oleh mulut. Misalnya jika seseorang melakukan ketosis dari diet protein tinggi, napasnya akan menghasilkan bau manis atau buah. Bagi penderita diabetes, napasnya mirip dengan aroma penghilang cat kuku.
Sementara mereka yang mengalami infeksi pernapasan, memiliki batuk dengan lendir dan napas berbau tidak sedap. Bagi penderita masalah hati atau ginjal, memiliki bau apak, dikatakan menyerupai campuran telur busuk dan bawang putih. Penyakit ginjal bisa timbul dengan napas amonia.
Untuk menjaga agar mulut tetap segar atau setidaknya meminimalkan bau, lebih baik kunjungi dokter gigi secara teratur untuk memeriksakan gigi dan gusi terhadap penyakit periodontal dan pembusukan - seringkali merupakan akar penyebab bau mulut, kata Dr. Koh.
Selain menyikat gigi, dia juga merekomendasikan flossing atau menggunakan sikat interdental, dan menyikat atau menggosok lidah. "Lidah adalah sumber halitosis. Sebagian besar bakteri berada di lidah, terutama di bagian belakang,” jelasnya.
Apa yang dimakan juga berperan menciptakan bau tidak sedap. Dia menyarankan untuk mengonsumsi peterseli, paprika merah dan brokoli untuk meredakannya.