Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah telah mengeluarkan surat edaran mengenai aturan-aturan yang perlu dilaksanakan masyarakat agar perilaku masyarakat dapat dikontrol dalam pelaksanaan program pemutusan rantai penularan penyakit COVID19 yaitu dengan mewajibkan pemeriksaan rapid swab antigen sebelum keberangkatan, hal ini juga untuk mengantisipasi arus mobilitas yang tinggi jelang Natal dan Tahun Baru.
Namun bagi publik, banyak yang belum mengetahui seluk beluk tentang swab antigen. Rapid swab antigen adalah salah satu pemeriksaan serologi yang diadakan di laboratorium rumah sakit dengan tujuan untuk mendeteksi ada atau tidaknya Antigen Spesifik dari SARS COV2. Antigen sendiri adalah molekul yang dapat merangsang respon daya tahan tubuh.
Dokter Spesialis Patologi Klinik Primaya Hospital Bekasi Timur Muhammad Irhamsyah mengatakan bahwa swab antigen dilakukan pada tubuh pasien dengan cara pengambilan melalui swab (usapan) orofaring dan nasofaring yang tentunya harus dilaksanakan oleh petugas yang kompeten.
Cara kerja alat swab antigen ini yaitu jika pada tubuh pasien terdapat antigen spesifik SARS COV2, maka antigen tersebut akan berikatan secara spesifik dengan antibodi yang tersedia di alat rapid sehingga pada akhirnya akan memunculkan warna pada garis tes (T) di alat rapid. Pengerjaan tes ini sederhana dan cepat yaitu sekitar 15 – 30 menit.
Dalam suatu panduan pelaksanaan pemeriksaan swab antigen rapid oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia, dijelaskan secara rinci mengenai kelebihan dan kekurangan tes ini.
“Kelebihan swab antigen antara lain mampu mendeteksi komponen virus secara langsung untuk deteksi dini, tidak membutuhkan masa inkubasi terjadinya ikatan antigen antibodi untuk timbul hasil positif, tidak memerlukan alat pemeriksaan laboratorium khusus, serta tidak memerlukan keterampilan petugas secara khusus dalam pengerjaan rapid swab antigen,” ujar Muhammad Irhamsyah.
Baca Juga Awal Bros Berganti Nama Menjadi Primaya |
---|
Di sisi lain, kekurangan dari rapid swab antigen adalah hanya dapat mendeteksi dini (sehingga berpotensi terjadi false negatif dari hasil swab antigen setelah dikonfirmasi dengan tes PCR positif), menggunakan sampel saluran napas atas (swab naso/orofaring) sehingga ketidakterampilan petugas dalam pengambilan spesimen dapat mempengaruhi hasil, serta membutuhkan APD level 3 untuk pengambilan spesimen. Hal lainnya, terdapat perbedaan sensitivitas antar brand alat tes swab antigen sehingga pemilihan alatnya harus dilakukan dengan tepat, dan uji validasi hasil swab antigen masih terbatas sehingga belum dapat menggantikan posisi RT-PCR.
Menurut Muhammad Irhamsyah, tingkat akurasi alat tes swab antigen rapid bervariasi dari masing-masing brand alat tes rapid swab antigen. Adapun tingkat sensitivitas alat swab antigen adalah >80% dan spesifisitas alat swab antigen adalah >97%.
Anjuran pemerintah mengenai penggunaan rapid swab antigen ini khususnya untuk perjalanan dinas adalah dari segi seberapa cepat hasil akan dilihat dan dari sisi sifatnya ekonomisnya. “Saya rasa program ini efektif namun tidak 100% efektif karena dari segi akurasi alat yang masih rendah dibandingkan dengan tes material genetik SARS COV2 (PCR),” ujar Muhammad Irhamsyah.
Walaupun didapatkan hasil negatif pada rapid swab antigen, hal tersebut tidak dapat menyingkirkan kemungkinan terinfeksi SARS-cov-2 sehingga seseorang masih berisiko menularkan ke orang lain. “Hasil negatif pada swab antigen dapat terjadi pada kondisi kuantitas (jumlah) antigen pada spesimen di bawah kemampuan level deteksi alat tersebut,” tutupnya.