Bisnis.com, JAKARTA – Peneliti dari University of Copenhagen dan kolaborator internasionalnya menyatakan bahwa orang berusia di bawah 30 tahun mengalami tingkat kesepian dan kecemasan tertinggi selama penguncian Covid-19.
Takut kehilangan pekerjaan, khawatir orang yang dicintai sakit, dan tidak adanya pertemuan dengan keluarga dan teman selama berbulan-bulan merupakan hal yang terjadi ketika penguncian Covid-19 dilakukan.
Hal tersebut telah sepenuhnya mengubah kehidupan sehari-hari bagi kebanyakan orang di seluruh dunia. Ditambah, adanya protokol jarak fisik yang merupakan upaya penting dalam memerangi pandemi menjadi normal baru dalam kehidupan manusia.
Studi baru dari University of Copenhagen, University College London, Sorbonne University, University of Groningen, dan INSERIM yang melibatkan lebih dari 200.000 warga di Eropa, menunjukkan efek penguncian pada kesehatan mental sangat mengkhawatirkan, terutama bagi kaum muda di bawah 30 tahun dan orang dengan masalah mental yang sudah ada sebelumnya.
Dilansir dari News-Medical Net, Rabu (20/1) para peneliti telah mengumpulkan dan menganalisis data kesehatan mental dari empat negara berbeda yakni Denmark, Perancis, Belanda, dan Inggris selama penguncian pertama pada musim semi dan awal musim panas tahun lalu.
Tibor V. Varga, asisten profesor departemen kesehatan masyarakat University of Copenhagen mengatakan tim telah mempelajari berbagai faktor kesehatan mental seperti kesepian, kecemasan, dan kekhawatiran terkait Covid-19.
“Stres psikologis adalah faktor risiko utama untuk penyakit mental jangka panjang dan parah di masa depan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui bagaimana penguncian memengaruhi orang, sehingga ada kesempatan lebih baik untuk mencegah konsekuensi jangka panjang,” katanya.
Para peneliti menyarankan bahwa subkelompok yang diidentifikasi oleh penelitian itu sangat rentan mengalami kesepian dan kecemasan, sehingga harus ada upaya mencegahnya di masa mendatang. Kesehatan mental juga harus menjadi perhatian sejajaran dengan pencegahan virus.
Studi terdiri dari data kesehatan mental 200.000 warga di empat negara Eropa selama lockdown pertama. Di keempat negara, tingkat kesepian dan kecemasan tertinggi diamati pada bulan Maret dan April. Hasil ini perlahan mereda selama beberapa bulan karena negara secara bertahap dibuka kembali.
Meskipun keempat negara tersebut memiliki pendekatan yang berbeda untuk menangani pandemi, tampaknya reaksi kesehatan mentalnya cukup mirip dan sangat penting untuk diperhatikan agar bisa menghindari konsekuensi jangka panjangnya.
Naja Hulvej Rod, profesor di departemen kesehatan masyarakat University of Copenhagen mengatakan kesehatan mental telah muncul sebagai perhatian paralel yang cukup penting dalam pandemi Covid-19 yang hingga kini masih berlangsung.
Meskipun para ahli perlu menahan laju penyebaran virus dan menangani keadaan darurat yang ada di wilayahnya, hulvey Rod menyarankan agar ahli juga memerhatikan potensi dampak psikiatri yang bisa merusak hidup masyarakat sebagai dampak dari pandemi.
“Orang di bawah 30 tahun dan orang dengan riwayat penyakit mental bisa mendapatkan keuntungan dari intervensi kesehatan masyarakat yang disesuaikan untuk mencegah atau melawan efek negatif pandemi,” ujarnya.