Kekurangan zat besi pada darah bisa berdampak kurang baik pada kesehatan anak/Ilustrasi
Health

Jarang Disadari, Ini Bahaya Kekurangan Zat Besi Pada Anak

Dewi Andriani
Senin, 25 Januari 2021 - 18:27
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Zat besi menjadi salah satu sumber vitamin dan mineral yang memiliki manfaat sangat penting bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak. Namun sayangnya, asupan zat besi anak-anak di Indonesia masih sangat kurang.

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 menunjukkan bahwa 1 dari 3 anak balita Indonesia mengalami anemia, dimana sekitar 50 persen hingga 60 persen kasus anemia disebabkan akibat kekurangan zat besi.

Ahli gizi ibu dan anak, Sandra Fikawati mengatakan, selain anemia, kekurangan zat besi pada anak memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang, misalnya gangguan pada perkembangan kognitif, motorik, sensorik serta perilaku dan emosi.

Terlebih saat anak memasuki usia sekolah, kekurangan zat besi akan berdampak pada kurangnya konsentrasi saat belajar, ketidakmampuan belajar, hingga perkembangan yang tertunda.

“Kebutuhan zat besi sejak anak usia 1 tahun ke atas itu sangat tinggi, dan kebutuhan tersebut harus dipenuhi dari makanan. Sayangnya, konsumsi protein hewani yang menjadi sumber zat besi pada anak-anak usia 1 sampai 3 tahun masih sangat kecil di bawah 1 persen,” ujarnya, dalam konferensi pers virtual, Senin (25/1/2021).

Prof. Fikawati mengatakan ketika anak kekurangan zat besi, maka orang tua harus memegang peranan penting untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan memperbaiki gizinya. Jika orang tua tidak waspada, dampaknya akan diketahui saat sudah terlambat.

“Meskipun seorang anak mungkin terlihat kenyang, bisa jadi tubuhnya tengah kelaparan akibat kekurangan zat gizi mikro,” jelasnya.

Dokumen WHO menyatakan, ada bukti kuat melalui penelitian bahwa kekurangan zat besi terlihat secara meyakinkan menunda perkembangan psikomotor dan mengganggu kinerja kognitif anak prasekolah dan anak usia sekolah di Mesir, India, Indonesia, Thailand, dan Amerika Serikat.

Diperkirakan 30-80 persen anak di negara berkembang, mengalami kekurangan zat besi pada usia 1 tahun. Anak-anak ini akan mengalami keterlambatan perkembangan kognitif maupun psikomotorik, dan ketika mereka mencapai usia sekolah mereka akan mengalami gangguan kinerja dalam tes bahasa keterampilan, keterampilan motorik, dan koordinasi, setara dengan defisit 5 hingga 10 poin dalam IQ.

Ketua HIMPAUDI Pusat, Netti Herawati, membagikan pengalamannya, bahwa proses belajar seharusnya menjadi pengalaman yang menyenangkan. Proses belajar mengajar pada anak usia dini, hendaknya tidak terganggu oleh berbagai masalah, termasuk kendala kesehatan.

Menurutnya, orangtua dan pendidik harus saling mendukung dalam proses belajar anak, termasuk dalam pendidikan dasar seperti PAUD.

Pendidik memberikan materi kepada orangtua untuk diberikan kepada anak, maupun memberi arahan untuk membantu orang tua atau memunculkan ide di dalam pengajaran kepada anak sehingga anak dapat bermain hingga keluar imajinasi selama proses belajar.

“Semua ini bisa tercapai jika anak sehat dan tidak mengalami kekurangan zat besi, sehingga kami selalu meminta agar orang tua memerhatikan asupan bergizi di rumah, untuk mendukung proses belajarnya agar bisa menyerap ilmu dengan optimal,” jelas Netti.

Penyebab kekurangan zat besi paling banyak disebabkan oleh pola makan tidak seimbang dan adanya gangguan proses penyerapan zat besi.

Kekurangan mikronutrien memang sering disebut sebagai 'kelaparan tersembunyi' karena dampaknya tidak akan langsung terlihat, tetapi berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu. Khususnya zat besi, mikronutrien ini berfungsi untuk mengantarkan oksigen ke paru-paru untuk digunakan ke bagian tubuh lainnya.

“Maka dari itu, orang tua perlu memperhatikan konsumsi zat besi maupun mikronutrien lainnya yang dibutuhkan untuk membantu penyerapan zat besi yang optimal seperti Vitamin C,” jelas Fikawati.

Ketika anak sudah berusia 1 tahun keatas dan bisa mengonsumsi makanan rumah, orang tua perlu memastikan konsumsi makanan yang mengandung zat besi secarateratur. Zat besi bisa ditemukan pada daging sapi dan ayam, hati, telur, kacang-kacangan, ikan, dan sayuran.

Tidak hanya itu, orang tua juga perlu memastikan konsumsi makanan sumber vitamin C untuk mendukung penyerapan zat besi. Kombinasi zat besi dengan vitamin C juga dapat ditemukan pada makanan dan minuman terfortifikasi zat besi dan vitamin C seperti susu pertumbuhan untuk anak di atas 1 tahun.

Corporate Communications Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin mengatakan bahwa pihaknya sangat mendukung setiap anak Indonesia agar terpenuhi haknya untuk maju dan berprestasi.

Untuk itu, Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia mengajak orang tua untuk bisa memberikan perhatian khusus dalam memastikan kebutuhan harian gizi anak, termasuk zat besi, telah terpenuhi dan terserap dengan baik.

Danone Specialized Nutrition Indonesia juga menyediakan sebuah platform daring untuk membantu orang tua bisa melakukan tes risiko terjadinya kekurangan zat besi pada si Kecil melalui fitur di dalam situs www.generasimaju.co.id.

Pada situs ini, orang tua juga dapat menemukan serangkaian artikel terkait topik nutrisi termasuk kekurangan zat besi dan bagaimana cara mengatasinya, serta berbagai artikel mengenai tips untuk mendukung anak menjadi Anak Generasi Maju.

“Fitur ini diharapkan dapat membantu orang tua mendeteksi kekurangan zat besi pada anak sejak dini dan bagaimana stimulasi yang perlu dilakukan agar dapat mendukung mereka menjadi generasi maju,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dewi Andriani
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro