Ilustrasi/Lennoncenter
Health

Mengenal Agorafobia, Gangguan Kecemasan yang Diidap Pangeran Harry

Arlina Laras
Senin, 16 Januari 2023 - 18:48
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Memoar Pangeran Harry yang berjudul ‘Spare’ terus menjadi perbincangan.

Salah satu hal yang dibahasnya dalam buku kontroversi itu adalah masalah kesehatan yang dialaminya. Secara khusus, dia mengaku memiliki masalah kecemasan yang dikatakan agorafobia.

Sebagai 'buku non-fiksi terlaris sepanjang masa' buku ini memang menceritakan berbagai peristiwa yang dialami Harry lewat sudut pandang sang Pangeran. 

Dia menceritakan bahwa selama ini dia menderita agorafobia, gangguan kecemasan yang menyebabkan ketakutan yang intens dalam situasi tertentu, seperti di antara orang banyak. Ketakutan ini bisa cukup parah sehingga orang menghindari meninggalkan rumah.

Menurut NBC News, yang menerjemahkan salinan memoar "Spare" dalam bahasa Spanyol sebelum dirilis pada 10 Januari, Harry menulis: “Saya adalah seorang agoraphobe. Yang hampir mustahil mengingat peran publik saya.

Bahkan, dirinya menceritakan sebuah peristiwa, di mana dia "hampir pingsan" dalam satu pidato yang tidak dapat dihindari atau dibatalkan. 

Apa itu agorafobia?

Menurut American Psychological Association, agoraphobia didefinisikan sebagai "ketakutan yang berlebihan dan tidak rasional berada di tempat terbuka atau asing, yang mengakibatkan penghindaran situasi publik yang mungkin sulit untuk melarikan diri," 

Artinya, hal ini bisa berupa ketakutan akan ruang terbuka atau tertutup, keramaian, transportasi umum atau tempat lain di luar rumah seseorang. 

Gangguan ini menimbulkan perasaan ketakutan dan khawatir yang berlebih ketika berada di tempat yang membuat pengidapnya merasa sulit untuk pergi atau merasa tidak dapat meminta pertolongan dari siapapun.

Psikolog klinis Gregory Jantz, mengatakan bahwa bagi sebagian orang, semakin jauh mereka dari rumah, semakin tidak aman mereka secara emosional, dan semakin mereka merasakan malapetaka yang akan datang. 

Jantz menjelaskan, orang dengan agorafobia mungkin juga mengalami gangguan panik, dengan gejala seperti detak jantung yang cepat, kesulitan bernapas, sakit kepala ringan atau pusing, tiba-tiba memerah atau menggigil, atau berkeringat berlebihan.

Jika agorafobia cukup parah, seseorang mungkin tidak dapat meninggalkan rumah, mengunjungi keluarga dan teman, pergi ke sekolah atau bekerja, dan melakukan aktivitas sehari-hari lainnya.

Apa perbedaan agoraphobia dengan fobia sosial?

Perbedaan utama antara keduanya adalah agoraphobia merupakan ketakutan berada dalam situasi yang tidak dikenal, memalukan, atau tidak terhindarkan. Sedangkan fobia sosial adalah ketakutan terhadap interaksi sosial.

Berapa banyak orang yang menderita agorafobia?

Melansir dari National Institute of Mental Health Trusted Source (NIMH) diperkirakan ada sekitar 1,3 persen orang dewasa AS mengalami agorafobia di beberapa titik selama hidup mereka. 

Dari orang dewasa dengan agorafobia dalam satu tahun terakhir, tujuh dari 10 memiliki gangguan sedang hingga parah.

Agorafobia lebih jarang terjadi dibandingkan gangguan kecemasan lainnya, seperti gangguan kecemasan sosial, yang memengaruhi 12,1 persen orang dewasa AS pada suatu saat dalam hidup mereka.

Para peneliti masih mencoba untuk memahami mengapa orang-orang tertentu mengembangkan agorafobia, tetapi mereka yakin itu melibatkan kombinasi genetika dan pengalaman.

Faktor apa saja yang meningkatkan risiko agorafobia?

Melansir dari Healthline, faktor yang meningkatkan seseorang mengalami agorafobia, antara lain:

1. Memiliki gangguan panik atau fobia (reaksi ketakutan yang berlebihan)

2. Mengalami peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti pelecehan, bencana alam, atau kematian orang tua

3. Memiliki kepribadian gugup atau cemas

4. Memiliki kerabat dekat dengan agorafobia

Bahkan, Jantz menduga mungkin ada peningkatan agorafobia pasca-COVID. Menurut WHO, pandemi COVID -19 memicu peningkatan kecemasan dan depresi sebesar 25 persen di seluruh dunia.

Namun, tidak jelas apakah ada peningkatan agorafobia, karena menghindari ruang publik mungkin merupakan respons alami terhadap risiko yang terkait dengan virus corona.

Apa pengobatannya?

Jantz mengatakan sebelum memutuskan perawatan apa pun, penting untuk menentukan apakah ada hal lain yang dapat menyebabkan kecemasan seperti peningkatan penggunaan alkohol, kondisi medis, atau pengobatan.

Faktor-faktor lain ini perlu ditangani bersamaan dengan kecemasan dan agorafobia.

Perawatan untuk agorafobia sering melibatkan terapi bicara hingga terapi perilaku kognitif atau terapi perilaku dialektik.

Terapi ini membantu orang mempelajari apa yang dapat memicu serangan panik atau gejala mirip panik, dan menyediakan cara bagi mereka untuk mengatasi peningkatan kecemasan yang terjadi dalam situasi tertentu.

Untuk orang dengan agorafobia yang kesulitan meninggalkan rumah, beberapa terapis mungkin menawarkan sesi terapi melalui video atau telepon.

Seorang dokter juga dapat meresepkan obat antidepresan atau anti-kecemasan.

Jantz mengatakan ketika orang dengan agorafobia sedang dirawat, dia merekomendasikan agar seorang dokter menemani mereka ketika mereka mencoba hal baru, seperti memasuki ruang publik.

“Dengan begitu, mereka tahu, 'Saya bisa melewati ini,'” katanya. “Jika mereka memiliki seseorang yang mendukung mereka, gejala mereka akan sering berkurang setelah lima atau 10 menit. Tetapi jika mereka sendirian, gejalanya dapat memburuk.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro