Bisnis.com, JAKARTA - Menurut sebuah penelitian, pria yang menikahi wanita cerdas terhindar dari demensia dan alzheimer.
Lawrence Whalley, profesor kesehatan mental di University of Aberdeen, dan penulis buku Understanding Brain Aging and Dementia membahas teorinya bahwa pria yang menikahi wanita cerdas cenderung tidak mengalami demensia di kemudian hari. Apakah ini berlaku untuk perempuan yang menikahi pria cerdas?.
Whalley berpendapat bahwa pasangan yang menantang dan memesona pasangannya dapat membantu memperlambat proses penuaan.
Whalley juga mengatakan bahwa kehilangan anggota keluarga pada usia dini dapat berdampak pada kesehatan mental seseorang beberapa dekade kemudian.
Studi telah menunjukkan bahwa kematian seorang ibu sebelum usia lima tahun merupakan faktor risiko yang sangat penting untuk demensia di kemudian hari.
"Meskipun kita tidak memiliki kendali atas kehidupan awal kita, kita dapat memilih untuk menikah dengan orang pintar yang membuat kita tetap tajam. Jadi pilihlah seseorang dengan hati yang besar dan otak yang besar. Dan, mungkin Anda bisa menjadi orang itu untuk orang lain. Seseorang yang mencintai, bahkan ketika mereka tidak ingat," ujar Whalley.
Menurutnya, hall yang tidak pernah diberitahukan kepada seorang anak laki-laki untuk dia lakukan jika dia ingin hidup lebih lama adalah menikahi seorang wanita yang cerdas. Perempuan yang cerdas, katanya, bisa menjadi penyangga pria untuk hidup lebih sehat dan menantang hidupnya agar lebih banyak berpikir.
Pria yang menikahi perempuan yang cerdas, lanjutnya, akan membuat Anda tetap waspada selamanya.
Ini sebenarnya sangat masuk akal, jika Anda menikah dengan seseorang yang cerdas, seseorang yang membuat Anda tetap waspada dan pikiran Anda terstimulasi.
Sehingga Anda dapat menangkal gejala penyakit mental seperti demensia dan Alzheimer.
Diperkirakan ada 46,8 juta orang di seluruh dunia yang hidup dengan demensia pada tahun 2015. Dan jumlah ini mungkin akan meningkat hampir dua kali lipat setiap 20 tahun, mencapai 74,7 juta pada tahun 2030 dan 131,5 juta pada tahun 2050.
Di masa lalu, penelitian menunjukkan bahwa aktivitas seperti teka-teki silang, membaca, dan mengunjungi museum dapat membantu mengurangi risiko berkembangnya kondisi tersebut.