Bisnis.com, JAKARTA - Sebagai orang tua pasti ingin anak-anak Anda selalu merasa bahagia. Namun, anak-anak tidak bisa selalu menerima kebahagiaan dan pasti juga akan mendapatkan kesedihan.
Dilansir dari Times of India, para ahli mengatakan bahwa agar anak-anak merasa terus bahagia, penting untuk mengajari anak mentolerir keadaan tidak bahagia. Selain itu, hal yang terpenting lainnya adalah orang tua harus mengidentifikasi kesedihan yang dialami anak itu kesedihan biasa atau trauma. Trauma yang dialami anak-anak dan tidak ditangani sedini mungkin dapat memengaruhi kehidupan anak ke depannya.
Trauma dapat disebabkan oleh satu peristiwa atau terulangnya pengalaman traumatis. Priyanka Kapoor, Psikolog Klinis Senior, membagikan bahwa dia telah banyak melihat anak-anak mengalami pengabaian, pelecehan psikologis, fisik, seksual, kekerasan di sekolah atau masyarakat, kecelakaan, dan hal-hal lainnya yang dapat menyebabkan trauma.
Dilansir dari Child Mind Institute, menurut Jerry Bubrick, psikolog, bagaimana seorang anak mengalami suatu peristiwa dan bagaimana hal itu ditangani oleh orang-orang di sekitarnya berdampak pada seberapa traumanya hal itu. Dalam kasus ekstrim, anak-anak dapat mengembangkan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Gejala seperti PTSD yang lebih ringan lagi dapat mengganggu kehidupan dan kebahagiaan anak.
Respons seorang anak dalam suatu peristiwa yang membuatnya trauma berbeda-beda, tergantung dengan usia atau tahap perkembangan anak. Peran orang tua sangat krusial dalam mengidentifikasi hingga menangani trauma pada anak. Orang tua bisa datang ke profesional bersama anak mengenai trauma yang didapat.
Adapun tanda-tanda anak mengalami trauma sebagai berikut.
1. Pemikiran tentang kematian atau keselamatan
Salah satu tanda umum PTSD atau reaksi mirip PTSD adalah pemikiran atau fokus berlebihan pada kematian. Beberapa anak menjadi sangat tidak sehat dan terfokus oleh kematian. Ada juga yang menunjukkan obsesi terhadap keselamatan diri dan sekitarnya.
2. Memiliki masalah pada pola hidup
Beberapa gejala trauma pada anak-anak sangat mirip dengan depresi, termasuk terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur, kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan, lekas marah seperti marah yang tanpa alasan, gangguan kecemasan, dan lainnya.
3. Terpicu suatu hal
Setelah melalui peristiwa, terkadang seseorang bernostalgia, mengingat, atau mengenang peristiwa tersebut. Anak yang mengalami trauma bisa terpicu kesedihannya dari hal ini. Contohnya jika ada anak yang trauma dengan ulang tahun, dia akan sedih atau menolak merayakan ulang tahunnya.
4. Mogok sekolah
Anak bisa mogok sekolah jika traumanya terkait dengan sekolah, seperti kehilangan teman atau perundungan sekolah. Menghindari sekolah adalah tanda yang jelas bahwa ada sesuatu yang salah. Jika hal ini terus berlanjut, orang tua harus benar-benar membantunya.