Bisnis.com, JAKARTA -- Kalbe Farma (KLBF) melalui anak usahanya Kalbe-Genexine Biologics (KGbio) baru saja mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (Badan POM) untuk obat anemia Efepoetin Alfa atau disebut Efesa.
Obat ini merupakan yang pertama yang diriset dan diproduksi di Indonesia yang ditujuakan untuk pasien anemia dengan penyakit ginjal kronis.
Presiden Direktur Kalbe Genexine Biologics (KG Bio) Sie Djohan mengatakan bahwa obat ini pada mulanya dibuat melihat industri farmasi di Indonesia yang sudah mampu untuk naik ke level berikutnya, yakni memproduksi bahan baku dan produksi barang jadi sendiri.
"Sebelumnya kan kita lebih banyak bikin produk jadi, impor bahan baku bikin produk jadi. Maka, selanjutnya Kalbe melihat kita harus melangkah lagi lebih maju tidak hanya transfer teknologi membuat bahan baku tapi juga penelitian molekul baru," ungkapnya dalam peresmian izin edar Efesa di Jakarta, Senin (23/10/2023).
Dalam pembuatan obat ini, Kalbe membuat join venture, bekerja sama dengan perusahaan Korea Genexin untuk mengembangkan produk baru, salah satu yang pertama adalah Efesa.
"Obat ini kami kembangkan dari 2015 - 2016 kemudian dari situ kita bangun pabriknya, kita lakukan penelitian dan uji kliniknya, sampai hari ini Efesa itu terbukti khasiat keamanan dan standar kualitasnya sehingga mendapatkan persetujuan izin edar dari BPOM," ungkapnya.
Cara kerja Efesa
Obat yang dibuat dari bahan dasar sel CHO (Chinese Hamster Ovary) ini akan memicu pembentukkan sel darah merah di dalam tubuh dari dalam sumsum tulang, sehingga bisa mengatasi anemia yang banyak terjadi pada pasien penyakit ginjal kronis yang harus melakukan dialisis atau cuci darah.
Efepoetin Alpha berbeda dari obat sebelumnya dengan eritropoetin yang selama ini digunakan, karena obat ini memiliki masa kerja yang lebih panjang.
"Jadi sekali disuntik, obat ini bisa tahan hingga 2 minggu, dan untuk kasus tertentu sampai 4 minggu, jadi orang nggak perlu sering-sering disuntik, jadi nyaman buat penderita, dan secara farmakoekonomi akan lebih hemat, karena lebih jarang dikasihnya," jelas Djohan.
Proses pembuatan Efesa
Efesa dibuat menggunakan sel CHO dengan proses bioteknologi di bioreaktor. Sel ini diberi "makan" di dalam reaktor sehingga menghasilkan obat tersebut kemudian di murnikan, dan diformulasikan menjadi obat jadi.
Dengan menggunakan obat ini, selain mengobati kekurangna sel darah merah, juga bisa mengurangi kebutuhan transfusi darah.
Adapun, selain anemia karena gagal ginjal, nantnya semua penyakit yang berkaitan dengan anemia pada dasarnya bisa menggunakan obat ini.
Sementara itu, Djohan menyebutkan efek samping dari obat ini selama uji klinik sangat minimal dan tidak lebih dari efek samping obat yang ada saat ini.
"Biasanya yang dikhawatirkan karena produk biologi ini kan biasanya reaksi imunogenitasnya, tapi dari uji klinik yang dilakukan tidak ada laporan. Jadi saya rasa sangat aman," terangnya.
Namun, karena produk ini baru pertama kali di dunia, dan baru disetujuai untuk digunakan dan baru diproduksi di Indonesia saja. Sementara baru dapat izin edar, obatnya belum disebarkan.
Kalbe menargetkan bisa mulai mendistribusikan obat ini dalam waktu dekat, sekitar akhir tahun atau awal tahun 2023.
Djohan menjelaskan proses distribusinya memakan waktu karena obat ini menggunakan molekul baru, sehingga harus melakukan edukasi kepada Key Opinion Leader (KOL), sehingga bisa dipahami dan obatnya bisa digunakan.
Adapun, Djohan menyebutkan lantaran prevalensi penderita anemia gagal ginjal hanya sekitar 100.000 orang di Indonesia, maka obat ini berpotensi menjadi obat ekspor.
"Karena kapasitas produksinya melebihi kebutuhan, obat ini nantinya tidak hanya akan dipasarkan di Indonesia, tapi juga negara di Asean dan Asia lainnya bahkan hingga ke Eropa," paparnya.