Bisnis.com, JAKARTA - Data tahun 2020 menunjukkan bahwa kanker payudara menyumbang 16,6% dari semua kanker dan 9,6% dari semua kematian akibat kanker di kalangan perempuan di Indonesia.
Angka kematian tersebut masih menjadi masalah yang serius utamanya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Salah satu alasan utama tingginya angka kematian adalah deteksi kanker payudara yang terlambat, sebab sebagian besar perempuan mencari perawatan medis ketika penyakitnya sudah berada di tahap lanjut.
Hingga saat ini, kebanyakan kasus kanker payudara ditemukan ketika pasien sudah mencapai stadium tinggi, mulai stadium 3 dan 4.
Hal ini menyebabkan sulitnya pengobatan yang perlu dijalani pasien. Padahal, ketika kanker ditemukan pada tahap awal, yaitu stadium 1 dan 2, para ahli kesehatan profesional dapat melakukan intervensi sebelum sel kanker menyebar.
Sehingga, dapat meningkatkan peluang pasien untuk bertahan hidup dan menurunkan angka mortalitas kanker payudara.
dr. Nur Muhammad Karim, Sp.Rad, spesialis radiologi, menyarankan untuk melakukan pemeriksaan payudara melalui dua metode.
“Terdapat dua metode pemeriksaan kelainan pada payudara yaitu melalui Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) dan Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS). SADARI merupakan cara sederhana dan mudah bagi setiap orang dengan memeriksa payudaranya sendiri untuk mendeteksi setiap perubahan seperti apabila ditemukannya benjolan. Sementara SADANIS adalah pemeriksaan fisik payudara oleh tenaga kesehatan terlatih. Jika ditemukannya kelainan pada payudara, maka pasien akan dianjurkan untuk melakukan screening untuk mendeteksi apabila benjolan tersebut merupakan kanker dan apakah bersifat ganas atau tidak.” paparnya.
Dia memaparkan ada beberapa metode screening yang umum dilakukan, salah satunya adalah mammografi. Mammografi merupakan salah satu metode yang umum digunakan oleh tenaga ahli professional.
Pertama, mammografi adalah metode pencitraan medis khusus yang menggunakan sinar x (x-ray) dosis rendah untuk memeriksa payudara dalam mendeteksi dini kanker dan penyakit payudara lainnya.
American Cancer Society (ACS) merekomendasikan perempuan berusia 40 hingga 44 untuk melakukan mammogram setiap tahun, perempuan berusia 45 hingga 54 tahun dapat melakukan mammogram setiap dua tahun sekali, dan perempuan berusia 55 tahun ke atas dapat memilih untuk melakukan mammogram tahunan atau setiap dua tahun sekali.
Sementara itu, Direktur Utama Itama Ranoraya Heru Firdausi Syarif mengatakan pihaknya berkomitmen untuk menyediakan solusi alat – alat kesehatan berteknologi tinggi yang terjangkau dan dapat meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan masyarakat.
"Kami berharap dapat meningkatkan kesadaran dan ketersediaan pemeriksaan serta diagnosis kanker payudara di Indonesia.” ujarnya.