Bisnis.com, JAKARTA - Angka perokok anak di Indonesia dalam tren meningkat. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran besar bagi nasib bangsa dan generasi di Indonesia.
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes. Benget Saragih mengatakan seharusnya warung-warung dengan radius kurang dari 200 meter dan tidak boleh ada pedagang yang menjual rokok di sekitar sekolah.
Benget mengatakan bahwa angka perokok anak harus dikendalikan. Dia berharap agar generasi muda di Indonesia bisa hidup sehat tidak terkena penyakit stroke, jantung, paru dan penyakit lainnya.
“Lebih dari 70.000 bahan berbahaya berada di dalam rokok. Pemerintah terus berupaya secara penuh, untuk menekan angka peredaran rokok konvensional maupun rokok elektrik di Indonesia,” ungkapnya dalam peluncuran buku A Giant Pack of Lies Part 2, Selasa (21/5/2024).
Dalam kesempatan yang sama, peneliti CISDI, Beladenta Amalia memaparkan data bahwa sebanyak 8,4% perokok di Indonesia mengalami peningkatan pada usia 10-14 tahun.
Pada usia tersebut, anak-anak cenderung mengonsumsi rokok dengan alasan eksperimen terhadap zat adiktif yang beredar di lingkungan sekitar. Anak-anak cenderung membeli rokok dengan cara satuan dengan alasan harga yang relatif murah, dan sesuai dengan kebutuhan pelajar.
Lantas apa alasan dibalik industri rokok yang mengincar generasi muda? Manik Marganamahendra, Direktur Eksekutif Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) mengatakan generasi muda merupakan objek politik dan marketing.
Dalam riset yang dilakukan di Jawa Tengah, terdapat 423 sekolah dasar yang lokasinya berdekatan dengan penjual rokok konvensional. Lokasi tersebut menjadi salah satu alasan peningkatan jumlah perokok aktif di kalangan anak-anak.
Umumnya usia perokok di Indonesia adalah 21 tahun ke atas, tetapi semakin banyaknya peluang beredarnya rokok di masyarakat, membuat anak-anak ikut terdampak terhadap penggunaan rokok di Indonesia.
Peningkatan angka perokok di Indonesia, membuat peningkatan angka risiko terjadinya penyakit kronis, seperti kanker paru, pneumonia, asma, dan sebagainya. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan nikotin dan zat adiktif lainnya yang menyebabkan kerusakan dalam sistem organ manusia. (Maharani Dwi Puspita Sari)