Bisnis.com, JAKARTA - Peter Pan Syndrome merupakan pola perilaku yang menunjukan penolakan untuk menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa. Mereka seringkali bersikap layaknya anak-anak.
Dilansir dari Choosing Therapy dan Marriage.com, Selasa (orang yang mengidap sindrom ini mengalami kesulitan dalam bersosialisasi baik di lingkup rumah, sekolah, atau kerja. Apabila sindrom dibiarkan dalam jangka panjang, bisa mengganggu kesehatan mental maupun fisik seseorang.
Peter pan syndrom saat ini memang belum bisa didiagnosis secara klinis dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5). Namun, sindrom ini nyata dan telah dialami banyak orang di seluruh dunia, terutama pada laki-laki.
Orang yang mengidap peter pan sindrom, biasanya menunjukkan gejala umum seperti kesulitan berkomitmen, ketidakstabilan emosional, dan tidak bertanggung jawab secara finansial. Adapun gejala lainnya, simak penjelasan berikut.
Gejala-gejala Peter Pan Syndrom
1. Motivasi rendah
2. Kurangnya minat terhadap pekerjaan
3. Tidak bisa diandalkan
4. Sering menyalahkan orang lain
5. Berharap orang lain dapat menjaga dirinya
6. Menolak kritik yang membangun
7. Mengandalkan orang lain untuk mengelola keuangan
8. Memprioritaskan kesenangan daripada tanggung jawab
9. Menghindari menjalin hubungan dengan seseorang
10. Menghindar dari konflik
11. Tidak bisa merawat diri sendiri
12. Tidak bisa mengatasi tekanan atau stres
Penyebab Peter Pan Syndrom
1. Pola asuh permisif
Anak yang mendapatkan pola asuh permisif memiliki kebebasan untuk melakukan apapun yang mereka inginkan. Karena, orang tua tidak memberikan aturan ketat dan hukuman atas tindakan yang dilakukan anak.
Akibatnya, ketika dewasa mereka seringkali tidak bisa menerima kritik dari orang lain, sehingga berdampak pada tanggung jawab yang diberikan. Misalnya, mereka cenderung menghindari konflik atau kesulitan menyelesaikan pekerjaan rumah maupun kantor.
2. Pola asuh terlalu protektif
Orang tua yang menerapkan pola asuh protektif selalu ingin memberikan perlindungan ekstra pada anak terhadap gangguan dan bahaya fisik serta psikologis. Misalnya, tidak memperbolehkan anak keluar sendiri, mengambil alih tugas sekolah anak, mengontrol interaksi sosial, atau melarang mereka mengambil risiko yang sesuai dengan usianya.
Anak yang mendapatkan pola asuh ini, cenderung tumbuh menjadi pribadi yang tidak mandiri, mudah cemas serta depresi, pemalu, dan selalu bergantung pada orang lain.
3. Kecemasan
Orang dewasa yang memiliki tingkat kecemasan tinggi, cenderung sulit untuk mengambil keputusan dan mengurus kehidupan pribadinya.
Selain itu, mereka juga menunjukkan sikap seperti anak-anak ketika bersosialisasi karena ketidakstabilan emosi yang dialami. Akibatnya, mereka seringkali mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas atau tanggung jawab yang diberikan.
Baca Juga : Kesehatan Mental, Kenali Gejala, Ciri, dan Penyebab Intermittent Explosive Disorder (IED) |
---|
4. Rendah diri
Seseorang dengan harga diri rendah seringkali memiliki citra diri yang buruk dan kurang percaya diri terhadap kemampuannya. Kondisi ini, membuat mereka merasa takut dan terbebani ketika harus menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa.
Karena, memiliki pemikiran tidak mampu untuk menghadapi risiko kegagalan yang akan terjadi. Akibatnya, mereka cenderung berperilaku kekanak-kanakan dalam bersosialisasi.
5. Tidak memiliki panutan positif
Anak yang tumbuh tanpa panutan yang positif memiliki keterbatasan dalam memahami apa saja tanggung jawab sebagai orang dewasa. Misalnya, sulit membuat keputusan, tidak bisa mengendalikan emosi, atau tidak bisa menjaga diri dari hal-hal yang membahayakan.
Akibat ketidakhadiran peran ini, menjadikan mereka pribadi yang sulit menerima kritik dan memilih menghindari segala bentuk konflik ketika dewasa.
6. Trauma masa kecil
Orang dewasa yang tumbuh dengan memiliki trauma pada masa kecil seringkali mengalami ketidakstabilan emosi, akibat terganggunya psikologis. Emosi yang tidak stabil, membuat mereka kesulitan memahami mana yang salah dan benar di masyarakat. Karena itu, tidak sedikit yang akhirnya bersikap seperti anak-anak ketika bersosialisasi.
7. Rasa takut gagal
Orang yang memiliki rasa takut gagal berlebihan memilih menghindari tanggung jawab dalam hidupnya. Apabila dibiarkan dalam jangka panjang, dapat menurunkan motivasi dan mengurangi kepercayaan terhadap kemampuan yang dimiliki.
Akibatnya, mereka cenderung bersikap kekanak-kanakan karena tidak mengalami perkembangan yang sama seperti dewasa pada umumnya. (Nur Afifah Azahra Aulia)