Bisnis.com, JAKARTA—Setiap 2 April, masyarakat dunia merayakan Hari Peduli Autisme Sedunia. Peringatan ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan lebih dalam.
Namun, beberapa orang masih keliru dalam mendefinisikan penyandang austisme. Mitos yang menyatakan bahwa austisme adalah penyakit mental, itu keliru. Austime bukan penyakit mental dan penyandang autis tidak cacat mental.
Yayasan Autisma Indonesia dalam situsnya menyebutkan autisme adalah gangguan neurologi pervasif yang terjadi pada aspek neurobiologis otak dan mempengaruhi proses perkembangan anak. Gangguan ini menyebabkan anak tidak dapat secara otomatis belajar untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga ia seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.
“Gangguan perkembangan kompleks yang gejalanya harus sudah muncul sebelum anak berusia 3 tahun,” tulis Yayasan Autisma Indonesia dalam laman resminya.
Mitos selanjutnya, individu autistik tidak bisa merasakan dan menyalurkan emosi mereka, kecuali emosi marah atau senang. Mitos ini keliru karena individu autistik tidak kehilangan kemampuan untuk mempunyai hubungan emosional. Penyandang autisme bisa diharapkan untuk mengembangkan kepekaan emosional seperti individu lain pada umumnya.
Mitos keliru lainnya adalah autisme disebabkan cara pengasuhan yang salah dari orangtua. Autisme bukan kondisi emosional dimana anak menjauh dari orang tuanya tetapi merupakan akibat perkembangan neurobiologist di otak.
Penyebab gangguan spektrum autisme ini belum dapat ditetapkan. Negara-negara adikuasa yang sanggup melakukan penelitian menyatakan penyebab gangguan perkembangan ini merupakan interaksi antara faktor genetik dan berbagai paparan negatif yang didapat dari lingkungan.