Bisnis.com, JAKARTA - Anemia masih menjadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat global dengan jumlah penderita yang mencapai hingga 2,3 miliar – diperkirakan 50% nya disebabkan oleh Anemia Defisiensi Besi (ADB).
Asia Tenggara dan Afrika terus tercatat memiliki prevalensi anemia tertinggi – terhitung 85% dari para penderita anemia adalah para wanita dan anak-anak.
Prof. Zulfiqar Ahmed Bhutta, Ketua Kesehatan Anak Global (Global Child Health) dari Hospital for Sick Children, Toronto serta Direktur Pendiri Pusat Keunggulan Kesehatan Perempuan dan Anak di Universitas Aga Khan yang juga seorang pembicara dalam Anemia Convention, menekankan statistik yang mengejutkan tentang anemia dan prevalensinya di Asia.
"Ketika Anda melihat peta pola distribusi anemia pada bayi dan anak-anak dari perkiraan terbaru yang kami miliki, cukup terlihat jelas bahwa sebagian besar wilayah di dunia yang terkena dampak Anemia adalah tempat tinggal kita sendiri – Asia Selatan, Asia Tengah Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika," jelas Prof. Bhutta.
"Secara numerik, jika Anda melihat data wanita usia subur antara 15 dan 49 tahun, angkanya sedikit lebih dramatis. Di Asia Tenggara, ada 202 juta wanita yang terkena anemia sedangkan di Pasifik Barat, ada sekitar 100 juta jiwa. 41,8% ibu hamil dan kurang lebih 600 juta anak sekolah dasar dan anak usia sekolah di seluruh dunia adalah penderita anemia, dimana hampir 60% kasus ibu hamil dan sekitar 50% dari kasus anak-anak disebabkan oleh kurangnya zat besi," lanjutnya.
Mengutip The Institute for Health Metrics and Evaluation (Universitas Washington): The Global Burden of Diseases, Injuries and Risk Factors 2010 Study, Prof. Bhutta menunjukkan bahwa pada tingkatan global di antara tahun 1990 dan 2010, beban yang dimiliki dunia terkait anemia defisiensi besi dan yang berkaitan dengan faktor gizi tetap besar. Kekurangan zat besi adalah kekurangan nutrisi yang paling umum terjadi di seluruh dunia dengan kurang lebih 4-5 miliar penderita. Seperti dinyatakan oleh WHO, "...Ini merupakan kondisi kesehatan masyarakat dari proporsi epidemik."
Data tren anemia global juga menunjukkan bahwa diantara tahun 1995 dan 2013, tidak ada perubahan dramatis pada statistik anemia meskipun terdapat berbagai intervensi. Hal ini terlihat disebabkan oleh anemia karena gangguan besi.
Apabila Anemia defisiensi besi tidak diobati, maka dapat mempengaruhi kualitas dan harapan hidup secara signifikan. ADB telah bertahun-tahun menjadi penyebab utama disabilitas pada anak-anak dan remaja. ADB juga dapat menyebabkan penurunan kinerja, gangguan fungsi kognitif, dan kelelahan jangka panjang. Merck bermaksud untuk mengatasi beban global ini dengan menjadi pemain utama dalam mempromosikan kesehatan darah secara keseluruhan untuk memerangi anemia defisiensi besi dan membantu mengurangi dampaknya. Dukungan Merck terhadap edukasi medis, yang salah satunya melalui Anemia Convention ini melengkapi tujuan perusahaan, yaitu WE100 yang bertujuan untuk membantu mempersiapkan masyarakat memasuki era baru dimana masyarakat hidup lebih sehat dan hidup lebih lama – melampaui usia 100 tahun.
Situasi ini kemudian mendorong para ahli kesehatan internasional terkemuka di bidang zat besi dan darah, bersama dengan para praktisi medis, untuk berkumpul dalam acara Anemia Convention 2017 – simposium ilmiah pertama mengenai anemia yang dipelopori oleh Merck, perusahaan kesehatan global.
Konvesi yang diselenggarakan beberapa waktu lalu pada bulan Juli di The Peninsula Hotel, Makati, Manila, dihadiri oleh lebih dari seratus peserta dari Indonesia, India, Malaysia, Sri Lanka, Vietnam, Singapura dan Filipina, termasuk para ahli terkemuka dari Kanada, Austria, Jerman, dan Australia yang turut hadir untuk membahas anemia terutama setelah penyakit ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling meresahkan di Asia.
Faktanya, The Health World Assembly telah menerapkan sebuah rencana implementasi yang komprehensif untuk mencapai enam target nutrisi global dengan satu tujuan spesifik, yakni untuk mengurangi 50% tingkat anemia pada wanita usia subur pada tahun 2025.
Anemia Convention menyatakan bahwa baik defisiensi zat besi (DB) maupun anemia defisiensi besi (ADB) merupakan tantangan besar di Asia. "Efek jangka panjang dari kekurangan zat besi dengan atau tanpa anemia pada anak-anak dapat mengganggu pertumbuhan & perkembangan, kekebalan tubuh serta perkembangan otak dimana fungsi kognitif menurun sesuai dengan derajat anemia. Semua ini tentunya tergantung dari tingkat anemia yang dideritanya. Anemia dapat disembuhkan, tetapi dampaknya tidak dapat dirubah lagi," tegas Dr. Murti Andriastuti Sp.A(K), salah satu pembicara konvensi dan Ketua Satuan Tugas Anemia Defisiensi Besi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
“Saya pikir masalah ini sangat relevan karena negara-negara di Asia berhadapan dengan masalah Anemia, tetapi belum dijadikan prioritas. Sepertinya para dokter lebih berkonsentrasi pada penyakit menular dan degeneratif lainnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengingatkan secara konsisten bahwa anemia adalah masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius." Dr. Yoska Yasahardja, Medical Manager di Merck Group Indonesia.
Merck, perusahaan sains dan teknologi terkemuka di bidang kesehatan, life science dan performance materials, mempelopori Anemia Convention 2017 sebagai wadah bagi para profesional kesehatan untuk berbagi keahliannya, pandangannya serta mendiskusikan dampak dari DB dan ADB terhadap kualitas hidup dan tren suplementasi zat besi dalam konteks anemia. Konvensi ini juga berfungsi sebagai tempat bagi para peserta untuk menambah ilmu mengenai anemia dan membawa pengetahuan yang mereka dapatkan disini ke negaranya serta berkenalan dengan sesama petugas medis profesional, guna membangun pemahaman dan kesadaran yang lebih baik lagi.
"Merck berkomitmen untuk membangun kesadaran serta pengetahuan publik mengenai Anemia. Defisiensi Besi Anemia adalah beban yang mendesak di regional, khususnya di Asia dan Afrika. Bagi kami, ini adalah isu yang sangat serius untuk diperhatikan. Dalam pertemuan kali ini, kami ingin bertemu langsung dengan para pakar dan profesional kesehatan sehingga kami dapat mempelajari penyakit anemia, diagnosisnya, perawatan yang tersedia serta kendalanya untuk dapat mengembangkan strategi yang bisa membantu tenaga kesehatan profesional dalam menangani beban kesehatan masyarakat yang besar ini," ungkap Hans Griek, Chief of Medical Officer Consumer Health - Head of Global Medical Science Department.