Bisnis.com, JAKARTA—Penelitan sebelumnya menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi hormon pria atau androgen dapat meningkatkan risiko gangguan spektrum autisme.
Namun, dalam penelitian terbaru ternyata menunjukkan bahwa peningkatan kadar hormon estrogren dalam rahim ternyata termasuk salah satu faktor risiko austisme. Hal ini disampaikan dalam penelitian di Autism Research Center di University of Cambridge, Amerika Serikat, yang dipublikasikan dalam Molecular Psychiatry 2019.
Temuan sebelumnya soal hormon androgen dapat membantu menjelaskan mengapa austisme lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan. Akan tetapi penelitian terbaru dari tim University of Cambridge menunjukkan bahwa paparan hormon estrogen tingkat tinggi di dalam rahim juga dapat meningkatkan kemungkinan autisme.
Dalam studi baru, Baron-Cohen dan rekan-rekan menguji sampel cairan ketuban dari 98 orang di Danish Biobank, tempat penyimpanan sampel ketuban lebih dari 100.000 kehamilan. Para peneliti melihat secara khusus kadar amniotik dari empat hormon yang mirip estrogen.
Mereka kemudian membandingkan tingkat 98 orang dengan austime dengan mereka yang memiliki sampel amniotik dari 177 orang yang tidak memiliki kelainan. Ternyata kali ini para peneliti menemukan hubungan yang lebih kuat antara estrogen dengan autisme daripada yang terlihat pada hormon andogren.
"Temuan baru ini mendukung gagasan bahwa peningkatan hormon steroid seks prenatal adalah salah satu penyebab potensial untuk kondisi ini," kata Baron-Cohen. Walau selama ini autisme dikenal sebagai kondisi yang terjadi karena faktor genetik, ternyata hormon-hormon juga kemungkinan berinteraksi dengan faktor genetik dan memengaruhi perkembangan otak janin.
Ruth Milanaik seorang pakar autisme di Cohen Children's Medical Center, di New Hyde Park, New York setuju bahwa tidak ada penyebab tunggal dalam kejadian autisme.
"Studi ini adalah penelitian yang kuat yang membawa kita selangkah lebih dekat untuk memahami akar masalah dari autisme, walau hormon juga bukanlah penyebab pasti," kata Milanaik.
Baron-Cohen menekankan bahwa pengujian kadar hormon rahim dalam kehamilan untuk mengukur risiko autisme di masa depan bukan tujuan penelitian. "Kami tertarik untuk memahami autisme, bukan mencegahnya," katanya.
Dia menambahkan bahwa temuan ini tidak boleh digunakan untuk mengembangkan tes pemeriksaan hormon untuk mendeteksi austisme. Apalagi belum jelas alasan yang menyebabkan kadar hormon tersebut meningkat di dalam rahim.