Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Program Kedaruratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Mike Ryan mengatakan bahwa tidak bijaksana untuk memprediksi kapan kiranya vaksin untuk melawan pandemi virus corona (Covid-19) tersedia secara umum.
Kendati ada beberapa kandidat vaksin yang menunjukkan hasil positif dan terus dilakukan uji klinis, pertanyaannya adalah seberapa cepat vaksin tersebut nantinya dapat diproduksi secara masal untuk publik luas.
Pembicaraan soal vaksin telah berulang kali menarik perhatian dunia di tengah krisis pandemi Covid-19, lantaran hal itu dianggap sebagai solusi paling efektif dan menjadi kunci untuk kembali memulai aktivitas seperti sebelumnya. Jadi, seberapa dekat kita sekarang dengan vaksin yang dapat digunakan?
Perlombaan Vaksin Terus Berlangsung
Dalam perlombaan vaksin ini, paling tidak ada satu yang telah disetujui dalam penggunaan terbatas. Di China, Komisi Militer Pusat telah menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 yang dikembangkan bersama oleh penelitiannya dan Cansino Biological.
Persetujuan tersebut dikeluarkan setelah uji klinis membuktikan bahwa potensial vaksin itu aman dan menunjukkan adanya beberapa kemanjuran pada akhir bulan lalu. Vaksin juga telah mendapat persetujuan untuk pengujian manusia di Kanada.
Sejak awal tahun atau ketika pandemi mulai berlangsung, para peneliti global telah mengembangkan lebih dari 145 vaksin untuk melawan virus corona baru, dan 18 kandidat di antaranya saat ini sedang dalam tahapan uji coba pada manusia.
Dilansir dari CGTN, Senin (6/7) University of Oxford pada pekan lalu telah melihat jenis respons imun yang tepat dalam uji coba, tetapi masih belum memberikan kerangka waktu yang tegas kapan vaksin tersebut akan siap.
Pengembangan lainnya dilakukan juga ada di India, yang sukarelawannya akan diimunisasi dengan vaksin corona virus buatan lokal pada bulan ini. Pengembangan tersebut dilakukan oleh perusahaan Bharat Biotech.
Moderna Inc dari Amerika Serikat juga telah mengkonfirmasi rencananya untuk memulai percobaan vaksin virus corona dengan 30.000 sukarelawan pada bulan ini. Tahapan yang sudah dimasuki oleh Moderna termasuk yang paling maju karena sudah masuk tahap akhir.
Vaksin Covid-19 lain juga dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Jerman bernama BioNTech dan raksasa farmasi Amerika Serikat bernama pfizer, yang telah menunjukkan potensi dan terbukti dapat ditoleransi dengan baik dalam uji coba manusia tahap awal.
Obat itu adalah satu dari 17 yang diuji pada manusia dalam skala global untuk menemukan vaksin dan mengakhiri pandemi yang menjangkit lebih dari 11,5 juta orang di dunia, dan membunuh lebih dari 500.000 orang.
Dari Lab ke Klinik: Risiko Pengujian Dipercepat
Pandemi telah memicu mobilisasi penelitian yang cepat. Pengujian sedang dilakukan pada lima vaksin eskperimental di China dan empat di Amerika Serikat.
Biasanya, perlu bertahun-tahun penelitian dan pengujian sebelum vaksin mencapai klinik-klinik. Akan tetapi dengan kekhawatiran bahwa pandemi dapat kembali kapan saja, lebih dari 140 tim ilmuwan telah berlomba untuk menghasilkan vaksin yang aman dan efektif pada tahun depan.
Namun, jalan di depan masih tidak pasti. Sementara ada sekitar 16 kandidat potensial yang sedang diuji pada manusia, masih belum ada vaksin yang terbukti dapat melawan penyakit Covid-19 dengan pasti, efektif dan aman.
Perlombaan pengembangan vaksin dimulai pada Januari dan percobaan keamanan vaksin pertama dilakukan pada Maret. Beberapa di antaranya telah gagal dan yang lainnya berakhir tanpa hasil yang jelas. Hanya sedikit yang berhasil bergerak ke fase berikutnya.
Biasanya, para peneliti membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menguji vaksin pada hewan. Akan tetapi, mengingat urgensi untuk membendung penyebaran virus, beberapa pembuat obat bergerak langsung ke tes manusia skala kecil, tanpa menunggu selesainya tes pada hewan.
Para ahli di dunia telah menyimpulkan bahwa pengujian yang dipercepat ini sangat berisiko. Dalam sebuah pertemuan WHO yang diadakan pada Februari lalu, para ilmuwan yang mewakili organisasi penelitian dan pembuat obat sepakat bahwa ancaman Covid-19 sangat besar.
Oleh sebab itu, mereka harus mempercepat pengembangan vaksin terhadap percobaan manusia, sebelum pengujian hewannya selesai,
“Anda ingin memiliki vaksin secepat mungkin maka harus menyeimbangkan risiko yang ditimbulkan pada sejumlah kecil orang, dan melakukan semua yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko yang terjadi,” kata Marie-Paule Kieny, mantan asisten direktur jenderal WHO.
Akses Negara Terhadap Vaksin
Ketika banyak negara terburu-buru mengurangi upaya pembatasan sosial atau lockdown yang dilakukan, kekhawatiran terhadap beberapa upaya untuk mengamankan pasokan vaksin semakin meningkat, dan ini akan meninggalkan negara-negara miskin.
Pada bulan Juni, dilaporkan bahwa Amerika Serikat telah membeli hampir semua stok pasokan remdesivir tiga bulan. Tindakan sepihak seperti itu dinilai akan menghasilkan implikasi yang lebih liar ketika vaksin tersedia.
Pembelian remdesivir tersebut telah memicu perdebatan global tentang akses yang setara terhadap obat dan pengobatan, terutama di beberapa negara yang memiliki tingkat infeksi virusnya sangat tinggi.
“Ini menandakan keenganan untuk bekerja sama dengan negara-negara lain, dan ini memiliki efek mengerikan pada perjanjian internasional tentang hak kekayaan intelektual,” kata Ohid Yaqub, dosen senior di Unit Riset Kebijakan Ilmu Pengetahuan di University of Sussex.