Bisnis.com, JAKARTA – Pariwisata adalah sektor yang memberi kontribusi besar pada perekonomian dunia alhasil sejumlah cara termasuk immunity passport menjadi salah satu solusi terkini.
Berdasarkan World Travel and Tourism Council, pada 2019 pariwisata berkontribusi memberikan sekitar US$9 triliun pada pertumbuhan ekonomi global serta membuka lowongan kerja sekitar 330 juta. Di tengah masa pandemi Covid-19, pemerintah akan mengupayakan agar roda bisnis berjalan, selain itu tetap menjamin kesehatan para pelancong.
Saat ini sejumlah negara tengah mempersiapkan immunity passport sebagai standar dan syarat untuk bepergian. Sehingga para pelancong tidak turut serta membawa virus Covid-19 saat bepergian. Nantinya, immunity passport menjadi prasyarat bagi penumpang sebelum maskapai penerbangan mengizinkan mereka melakukan perjalanan. Adapun status dari immunity passport ini akan sejenis dengan visa.
CEO Heathrow, John Holland-Kaye menjelaskan saat ini dunia internasional mulai memperkenalkan immunity passport yang menunjukkan kesuksesan skema ini menekan angka virus kepada negara lain yang hendak mengadopsi sistem ini.
“Jika pemerintah Inggris dengan maskapai penerbangan terbesar sudah memperkenalkan ke dunia internasional immunity passport, maka tetu di tingkat Uni Eropa hingga ke Amerika secara diplomatik juga akan menyesuaikan standar penerbangan internasional mereka,” ujar John dikutip dari BBC, Senin (31/8/2020).
CEO Delta Air Lines, Ed Bastian menyatakan dia pun akan melakukan berbagai cara baru dan penyesuaian dengan model bisnis immunity passport jika cara ini penting dan efektif mendorong bisnis perjalanan. Apalagi jika skema immunity passport ini pun telah disetujui oleh pemerintah Amerika Serikat.
Sertifikat kesehatan ini juga akan diikuti untuk bisnis perhotelan. Adapun Sidehide, salah satu perusahaan pemesanan kamar secara daring sudah mengumumkan kerjasama dengan Onfido, perusahaan teknologi yang mengelola immunity passport. Pasalnya, para pengguna akan menggunakan QR Code untuk memverifikasi status imun mereka, jika lolos, berulah tamu bisa memesan hotel sesuai melalui aplikasi.
Kendala Menerapkan Immunity Passport
Adapun permasalahan terbesar untuk memperkenalkan dan mengaktifkan immunity passport adalah belum adanya pemahaman yang tepat dan akurat terkait Covid-19. Jika masih ada ketidakjelasan akurasi tes antibodi dalam Covid-19, maka masih terbuka kemungkinan kesalahan dan kendala pengembangan.
Ketika tubuh manusia terjangkit Covid-19, maka respon dari sistem imun kita adalah untuk memproduksi antibodi that yang bisa menolong mendeteksi dan menghancurkan virus tersebut. Antibodi ini akan melakukan proses yang sama untuk sembuh dari penyakit apapun yang sedang menjangkit. Antibodi adalah salah satu kunci melawan infeksi penyakit.
Namun, immunity passport yang sedang direncanakan, membuat pemerintah dan para praktisi medis masih harus melakukan pengetesan serologi yang akurat untuk mengidentifikasi antibodi seseorang. Berdasarkan World Health Organisation (WHO), hal ini masih belum bisa dilakukan sekarang.
Baca Juga : Waspada, Diare dan Mual Jadi Gejala Virus Corona |
---|
Alasannya, saat ini para pelaku medis dan peneliti masih melakukan kajian mendalam tentang Covid-19, apalagi Covid-19 terus berubah dan para peneliti harus beradaptasi untuk memahami Covid-19 ini lebih akurat. Sejauh ini, virus tersebut tidak terlihat memiliki bentuk hingga gejala yang sama jika hanya mengacu pada teori umum tentang imunitas tubuh.
Para peneliti pun telah menemukan, pasien yang sudah sembuh dari infeksi Covid-19 secara misterius tidak menghasilkan antibody. Rekam sample darah menemukan adanya jejak sel Covid-19, yang makan mendorong sejumlah orang memasuki tahap resisten sebelum virus ini ditemukan di China pada Desember 2019.
Selain itu, masih banyak perdebatan yang berkembang tentang berapa lama seseorang bisa terinfeksi Covid-19 terlihat dari perkembangan imun. Ada pula sejumlah bukti yang menyatakan antibody akan terdeteksi pada pasien yang baru sembuh dari kasus Covid-19 paling lama 3 bulan, seiring dengan kenaikan jumlah kajian yang menunjukkan sejumlah kasus dimana antibody akan terlihat.
Peneliti dari University of California, Los Angeles yang mengatakan sebuah studi pada jangka waktu antibody menggunakan antibody sebagai basis immunity passport. Adapun bagian lain dari sistem imun yaitu T-Cells, juga telah menjanjikan bahwa sistem imun bisa menangkis Covid-19.
Skema yang dikeluarkan oleh Emirates untuk mendeteksi kondisi kesehatan penumpang dari Covid-19 pun menggunakan rapid tes antibody yang hanya punya akurasi 30% saja. Hasil yang salah akan menggiring sejumlah orang jadi menjadi kebal imun.
Beberapa temuan lain adalah pasien masih menunjukkan bahwa virus masih bisa menjangkit seseorang meski sudah sembuh selama 3 bulan pasca infeksi. Di Hong Kong jika seseorang ditemukan mengalami infeksi ulang, maka orang tersebut akan ditolak masuk ke Hong Kong.
Oleh sebab itu, terlalu dini jika mengatakan immunity passport cukup mengandalkan tes antibodi. Selain itu juga masih terlalu dini jika penerapan immunity passport akan mengandalkan tes serologi. Ada pula catatan dari immunity passport yang masih menggunakan cap lolos seleksi, sementara cara tersebut sama saja dengan mengabaikan saran tenaga medis dan malah menaikkan risiko transmisi infeksi.
Pasalnya, pada Mei 2020 lalu saja, Daily Mail melakukan survei dan menemukan ada 19% dari orang Inggris yang masih menolak immunity passport dengan cara tradisional ini meski dipromosikan langsung oleh pemerintah Inggris. Mereka menganggao cara ini malah meningkatkan potensi seseornag terinfeksi Covid-19.
Saat ini vaksin untuk Covid-19 pun masih dalam pengembangan sehingga memungkinkan sertifikasi vaksin tersebut akan serupa dengan vaksin pada malaria atau demam sebelum melakukan perjalanan. Meski begitu, sejumlah ahli percaya, vaksin akan tersedia pada pertengahan 2021 yang mana akan menaikkan optimisme pada sektor pariwisata.