Bisnis.com, JAKARTA – Ketika pandemi telah berlangsung 1 tahun, para ilmuwan masih terus mempelajari tentang virus dan penyakit misterius itu. Studi terbaru menunjukkan bahwa Covid-19 tidak bertanggung jawab secara langsung atas kerusakan otak.
Sebagaimana diketahui, virus corona sebagian besar adalah penyakit pernapasan tetapi penderitanya seringkali melaporkan sakit kepala, delirium, disfungsi kognitif, pusing, kelelahan, dan hilangnya indera penciuman. Semua ini merupakan tanda masalah neurologis.
Dilansir dari Express UK, Selasa (5/1) ara ahli dari National Institutes of Health (NIH) Inggris melakuan pemeriksaan mendalam terhadap 19 orang yang meninggal akibat virus corona antara Maret dan Juli 2020 untuk menganalisa bagaimana penyakit itu dapat memengaruhi otak.
Dari analisis tersebut, para peneliti menemukan bahwa meskipun Covid-19 tidak secara langsung berdampak pada otak, dampak yang ditimbulkannya pada sistem kekebalan dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
Awalnya, diduga bahwa kerusakan otak disebabkan oleh kekurangan oksigen, seperti yang biasanya terjadi pada penyakit pernapasan, tapi kenyataannya tidak demikian. Dalam sampel yang diperiksa, ilmuwan menemukan ciri kerusakan yang disebabkan oleh penipisan dan kebocoran pembuluh darah otak.
Para peneliti menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) berkekuatan tinggi yang hingga 10 kali lebih sensitif daripada pemindai MRI normal untuk memeriksa umbi penciuman dan batang otak dari setiap pasien.
Pemindaian tersebut mengungkapkan bahwa kedua bagian otak dihiasi dengan titik terang, yang disebut hiperintensitas - yang merupakan tanda peradangan dan bintik hitam - dan hipointensitas, yang menunjukkan perdarahan.
Analisis kemudian mengungkapkan bahwa titik terang tersebut mengandung pembuluh darah yang lebih tipis dari biasanya dan terkadang protein darah bocor. Pemindaian juga tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit di otak.
Avindra Nath, direktur klinis di National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) NIH dan penulis senior studi tersebut, mengatakan bahwa mereka menemukan otak pasien yang tertular infeksi dari SARS-CoV-2 mungkin rentan terhadap kerusakan pembuluh darah mikrovaskuler.
"Hasil kami menunjukkan bahwa ini mungkin disebabkan oleh respons peradangan tubuh terhadap virus. Kami berharap hasil ini akan membantu dokter memahami spektrum lengkap masalah yang mungkin diderita pasien sehingga kami dapat memberikan perawatan yang lebih baik,” katanya.
Dia mengatakan bahwa penelitian ini membuat para peneliti terkejut. Awalnya, mereka memperkirakan akan melihat kerusakan yang diakibatkan oleh kekurangan oksigen, tetapi mereka justru melihat area kerusakan multifokal yang biasanya terkait dengan stroke dan penyakit peradangan saraf.
Selanjutnya, para peneliti berencana untuk mempelajari bagaimana Covid-19 merusak pembuluh darah otak dan apakah itu menghasilkan beberapa gejala jangka pendek dan jangka panjang yang kami terlihat pada gejala pasien virus corona.