Bisnis.com, JAKARTA – Penelitian anyar menyatakan orang dengan berat badan normal yang berjalan lambat kurang dari 3 mil per jam, hampir 2,5 kali lebih mungkin mengalami Covid-19 parah dan 3,75 kali lebih mungkin meninggal karena corona dibanding orang dengan berat badan normal yang berjalan lebih cepat.
Studi dari University of Leicester itu juga menemukan bahwa pejalan kaki lambat dengan berat badan normal ditemukan lebih berisiko terhadap penyakit parah dan kematian daripada pejalan kaki cepat yang mengidap obesitas.
Dilansir Express UK, Kamis (18/3) studi yang dilakukan terhadap lebih dari 400.000 pria dan wanita meneliti bagaimana indeks massa tubuh dan kecepatan berjalan yang dilaporkan sendiri terkait dengan risiko tertular Covid-19, tingkat keparahan, dan risiko kematiannya.
Tom Yates, peneliti utama studi dan profesor University of Leicester mengatakan para peneliti sudah tahu bahwa obesitas dan kelemahan adalah faktor risiko utama untuk penyakit Covid-19 yang lebih parah. Dia mengatakan ini adalah studi pertama yang menunjukkan kaitan pejalan kaki dan penyakit.
“Dengan pandemi yang terus membebani layanan perawatan kesehatan dan komunitas, mengidentifikasi individu dengan risiko terbesar dan mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi mereka sangatlah penting,” katanya.
Para ilmuwan menggunakan data dari UK Biobank, yang memiliki informasi medis tentang ratusan ribu warga Inggris. Mereka menemukan risiko yang hampir sama untuk semua pejalan kaki lambat, apakah mereka obesitas atau memiliki indeks massa tubuh normal.
Masih belum jelas mengapa orang yang berjalan lebih cepat memiliki risiko keparahan penyakit yang lebih rendah. Akan tetapi, hipotesis dari para ilmuwan adalah karena berjalan cepat terkait dengan kesehatan jantung.
Yates menambahkan pejalan cepat telah terbukti secara umum memiliki kesehatan kardiovaskular dan jantung yang baik, membuat mereka lebih tahan terhadap stresor eksternal termasuk infeksi virus. Akan tetapi, hipotesis itu belum ditetapkan untuk penyakit menular.
“Sementara studi database rutin besar telah melaporkan hubungan antara obesitas dan kerapuhan dengan hasil Covid-19, database klinis rutin saat ini tidak memiliki data tentang ukuran fungsi fisik atau kebugaran,” katanya.
Menurutnya, penelitian kesehatan dan pengawasan perlu mempertimbangkan untuk memasukkan ukuran sederhana dari kebugaran fisik seperti kecepatan berjalan, sebagai prediktor risiko potensial dari Covid-19.
Namun demikian, para peneliti memperingatkan sejumlah keterbatasan pada studi ini. Mereka mengatakan bahwa meski kecepatan berjalan yang dilaporkan sendiri telah terkait dengan kebugaran kardiorespirasi, hal itu tunduk pada kemungkinan bias pelaporan.