Bisnis.com, JAKARTA - Awal tahun baru, mungkin banyak dari kita sudah menyiapkan sejumlah resolusi. Bicara soal resolusi, tentu saja tak selalu identik dengan hal-hal yang sulit untuk dilakukan.
Salah satu hal kecil yang dapat dijadikan sebagai resolusi tahun baru adalah mewujudkan gaya hidup sehat. Karena tidak bisa dipungkiri gaya hidup sehat telah terbukti memberikan banyak keuntungan bagi kesehatan fisik maupun mental.
Terlebih di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini yang mana menjaga daya tahan tubuh menjadi sebuah keharusan. Satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk menjaga daya tahan tubuh tentu saja menerapkan gaya hidup sehat.
Selain aktif bergerak lewat serangkaian aktivitas dan latihan fisik, gaya hidup sehat tentunya perlu ditunjang oleh asupan gizi seimbang.
Asupan gizi seimbang yang dimaksud adalah konsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayuran, dan buah-buahan dengan porsi yang tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing, bergantung pada usia, aktivitas yang dilakukan, hingga kondisi fisiologis.
Menurut Dokter Ahli Gizi dari dr.Tan & Remanlay Institute dr. Tan Shot Yen, untuk memenuhi asupan gizi seimbang Anda dapat menerapkan panduan piring makan.
Panduan tersebut merupakan bagian dari Pedoman Gizi Seimbang yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk menyempurnakan prinsip empat sehat lima sempurna.
Sebagai catatan, prinsip yang diperkenalkan pada 1952 itu dinilai sudah tidak relevan dalam mengatasi beban ganda masalah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi di Indonesia. Prinsip tersebut terdiri dari konsumsi makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan buah-buahan, disempurnakan dengan susu.
"Secara mudah panduan piring makan atau isi piringku dapat dijadikan acuan oleh orang awam untuk pembagian proposional bahan pangan. Makanan pokok, sayuran, buah-buahan, lauk-pauk," katanya kepada Bisnis baru-baru ini.
Namun, tak dapat dipungkiri jika masih ada saja yang keliru mengartikan asupan gizi seimbang. Asupan gizi seimbang dianggap sebagai asupan kalori harian yang asupannya tidak boleh melebihi kebutuhan per harinya.
Anggapan tersebut menurut Tan menimbulkan kekhawatiran lantaran dapat mendorong konsumsi produk pangan kemasan atau ultraproses. Terlebih di kota-kota besar yang mana banyak orang sibuk hingga tidak punya waktu untuk memasak atau menyiapkan makanan sehat.
"Begini ya, jika hanya terpaku pada perhitungan kuantitas atau kalori. Saya khawatir kita akan terjebak dengan masalah kualitas. Sebabnya, banyak produk yang juga diberi daftar komposisi dan mencantumkan kalori serta kandungan lainnya. Tetapi itu bukanlah produk pangan sehat," tuturnya.
Kemudian untuk produk pangan ultraproses, menurut Tan berdampak tidak baik bagi tubuh, lantaran mengandung zat aditif dengan berbagai efek samping bagi tubuh, khususnya untuk jangka panjang. Selain itu, produk tersebut biasanya tinggi kandungan gula, garam, dan lemak.
Adapun, konsumsi gula, garam, dan lemak bisa mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 30/2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan pada Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.
Jumlah gula yang boleh dikonsumsi setiap harinya tak boleh lebih dari 50 gram atau setara dengan empat sendok makan. Kemudian untuk garam dan lemak masing-masing setiap harinya maksimal dikonsumsi 5 gram (satu sendok teh) dan 67 gram (lima sendok makan).
Untuk jenis makanan atau menu yang dihidangkan, Tan menyebut bisa disesuaikan dengan ketersediaan di sekitar atau menu lokal. Dia menegaskan makanan sehat bukan berarti makanan yang dibuat dari bahan baku impor dengan harga mahal seperti anggapan banyak orang.
"Kita bisa sesuaikan dengan ketersediaan pangan lokal dan menu setempat," tegasnya.
Bicara soal pemenuhan gizi seimbang, selama ini tentunya ada yang beranggapan harus disesuaikan dengan golongan darah. Golongan darah tertentu harus memperbanyak konsumsi kandungan terentu atau sebaliknya.
Menurut ahli gizi dari RS Brawijaya Antasari dr. Cindiawaty Josito Pudjiadi, MARS, MS, Sp.GK, pada dasarnya golongan darah tidak berpengaruh terhadap konsumsi makanan seseorang. Oleh karena itu, tidak ada diet yang acuannya berdasarkan golongan darah dalam ilmu gizi klinis.
"Karena ada jurnal hasil penelitian yang membuktikan bahwa tidak ada hubungannya antara golongan darah dengan diet. Jadi tidak ada diet yang dibuat berdasarkan golongan darah," katanya kepada Bisnis.
Cindiawaty menjelaskan diet yang tepat adalah diet yang disesuaikan dengan kondisi dari masing-masing individu. Untuk mengetahui kondisi tersebut tentunya akan lebih baik jika dibarengi konsultasi dengan ahli gizi atau dokter yang kompeten di bidangnya.
"Umur jelas berpengaruh, tetapi yang jelas kondisi tubuh lebih berpengaruh. Ini yang penting. Diet yang baik adalah diet yang diet yang pemenuhan gizinya disesuaikan dengan kondisi masing-masing," ujarnya.
Dia menambahkan untuk acuan secara umum pemenuhan gizi seimbang dapat mengacu pada panduan yang diterbitkan oleh Kemenkes RI.