Ilustrasi makanan pedas/realfood.tesco.co
Health

Ini yang Terjadi pada Tubuh Anda Ketika Makan Pedas

Intan Riskina Ichsan
Senin, 13 Juni 2022 - 11:43
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Belum lama ini, muncul berita Irfan Hakim yang sehabis makan makanan pedas sehingga dilarikan ke rumah sakit. Lalu sebenarnya apa yang terjadi pada tubuh ketika kita makan makanan pedas?

Dr. Adam Prabata melalui akun Instagram @adamprabata menjelaskan bahwa dalam makanan pedas terdapat zat bernama capsaicin. Zat tersebut mampu memberikan sensasi terbakar.

Bahan kimia yang disebut capsaicin ini ditemukan di kelenjar kecil di plasenta cabai. Saat Anda makan cabai, capsaicin dilepaskan ke dalam air liur Anda dan kemudian berikatan dengan reseptor TRPV1 di mulut dan lidah Anda.

Berikut beberapa efek capsaicin pada tubuh, yaitu:

1. Sensasi nyeri atau terbakar di lidah

Mampu mengaktivasi ujung syaraf yang merespon terhadap nyeri. Hal ini yang menyebabkan ketika makanan pedas akan muncul sensasi nyeri atau bahkan panas.

2. Menyebabkan berbagai keluhan pencernaan

Capsaicin memicu keluhan pencernaan seperti kembung, sakit perut, muntah, bahkan hingga diare.

3. Menyebabkan rasa nyeri dan panas di anus atau pantat

Sebelum keluar dari tubuh kita, zat capsaicin tadi bisa menyebabkan sensasi nyeri atau panas di anus karena dapat mengaktifkan reseptor nyeri yang ada di sana.

Sementara capsaicin dilaporkan memiliki manfaat dalam meningkatkan metabolisme dengan membakar lemak, menghilangkan rasa sakit topikal, dan mengurangi lonjakan insulin pada diabetes, tapi juga jika terkena paparan mata menghasilkan robekan intens, nyeri, konjungtivitis, dan blepharospasm.

Dilansir dari US Pharmacist, rasa terbakar dan nyeri dapat dihilangkan dengan pendinginan dari es, air dingin, permukaan dingin, atau udara dari angin atau kipas angin. Dalam kasus yang parah, luka bakar mata dapat diobati dengan anestesi mata topikal. Luka bakar membran mukosa dapat diobati dengan gel lidokain, dan asma yang diinduksi capsaicin dapat diobati dengan bronkodilator nebulisasi, antihistamin oral, atau kortikosteroid.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro