Bisnis.com, JAKARTA - Meskipun penyebab HIV disebutkan lebih banyak akibat seks sesama jenis melalui anal, tetapi wanita yang menderita penyakit ini juga banyak. Ada beberapa gejala berbeda yang dialami oleh wanita dengan HIV dan tidak terjadi pada pria, meskipun memang sebagian besar gejala HIV pada wanita maupun pria cenderung sama.
Berikut gejala HIV yang dialami oleh wanita berdasarkan verywellhealth dan Healthline.
Infeksi HIV akut
Infeksi HIV akut disebut juga dengan serokonversi akut, hal ini adalah tahap pertama dari total keseluruhan tiga tahap penyakit seusai terinfeksi virus. Pada tahap ini akan ada antibodi defensif yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antibodi defensif ini berfungsi untuk melawan virus serta mengendalikan infeksi.
Gejala yang biasanya timbul pada tahap ini adalah flu dengan disertai demam ringan dan nyeri tubuh, namun pada beberapa kasus dibarengi dengan pembengkakan pada kelenjar getah bening. Gejala-gejala ini biasa disebut sindrom retroviral akut atau ARS. Lamanya tahap ini biasanya berkisar antara tujuh hingga 14 hari.
Disparitas tingkat infeksi
Saat gejala berkembang, gejala yang timbul pada wanita umumnya sama dengan pria. Pada wanita dengan heteroseksual kemungkinan terinfeksi HIV dua kali lipat lebih tinggi dibanding dengan pria heteroseksual, per sekali tindakan seksual. Hal ini kadangkala disebabkan oleh peningkatan ukuran dan porositas jaringan vagina daripada penis.
Hal ini dengan sederet faktor lain membuat wanita menerima risiko infeksi lebih tinggi serta perkembangan penyakit lebih cepat dibandingkan pria.
Journal of Infectious Diseases menyebutkan, wanita dengan HIV punyai risiko 1,6 kali lebih besar untuk berkembang pada kondisi yang lebih serius, AIDS, dibandingkan pria.
Koinfeksi HIV dan PMS
Selama tahap sekonversi akut, gejala lain seperti penyakit menular seksual (PMS) juga dapat berkembang. Pada wanita, PMS yang paling umum adalah Klamidia, gonore, trikomoniasis serta sifilis.
Infeksi ini atau infeksi tidak menular seksual seperti bakterial vaginosis lah yang juga dapat meningkatkan risiko wanita tanpa HIV terkena HIV hingga dua sampai tiga kali lipat.
Infeksi ini dapat merusak peran penghalang dari mukosa vagina serta meningkatkan konsentrasi sel imun di tempat infeksi, seperti sel T CD4.
Infeksi HIV kronis
Tahap ini merupakan tahap akhir infeksi akut. Tahap infeksi kronis ini juga disebut latensi klinis, tahap berkembangnya infeksi secara diam-diam dengan menimbulkan gejala penting. Akan tetapi, sel yang digunakan tubuh untuk melawan, sel T CD4 akan terus diinfeksi dan dikuras oleh virus HIV ini.
Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah sel T CD4 akan terus menurun. Hal ini akan meningkatkan risiko tingkat keparahan dan kisaran IO.
Tanda dan komplikasi pada wanita
Berikut ini gejala yang akan mungkin timbul di saluran reproduksi wanita:
- Infeksi jamur berulang: Kondisi ini juga biasa disebut kandidiasis vagina. Pada kondisi ini, ada pertumbuhan jamur umum atau candida. Infeksi yang ditimbulkan seperti tingkat keparahan dan frekuensinya akan meningkat seiring dengan menurunnya jumlah sel CD4.
- Ulkus vagina: Pada orang dengan HIV, risiko terkena herpes meningkat seiring dengan berkurangnya CD4 di bawah 500. Herpes ini seringkali menjadi salah satu manifestasi pertama HIV pada wanita.
- Menstruasi tidak teratur: Wanita dengan HIV umumnya akan alami amenore atau tidak menstruasi, ataupun oligomemore atau mentsruasi yang jarang. Hal ini juga berkaitan erat dengan jumlah CD4.
- Nyeri panggul kronis: Peradangan yang disebabkan oleh HIV akan menyebabkan wanita lebih rentan terkena PMS seperti Klamidia dan gonore. Ini juga menyebabkan wanita rentan terkena penyakit radang panggul.
- Gangguan fertilitas: Penyakit radang panggul yang disebabkan oleh peradangan akibat HIV juga menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik pada wanita.
- Menopause dini: Karena wanita dengan HIV punyai CD4 yang rendah, maka wanita dengan HIV juga punyai risiko menopause dini.
- Masalah tulang: Pascamenopause, wanita rentan terkena osteoporosis, tingkat risiko ini akan meningkat jika ditambah dengan HIV. Wanita dengan HIV punyai risiko empat kali lebih tinggi terkena osteoporosis daripada wanita tanpa HIV.