Bisnis.com, JAKARTA -- Bayi dan anak-anak adalah golongan yang rentan terserang alergi. Salah satu alergi yang banyak dirasakan adalah alergi susu sapi.
Menurut laporan World Health Organization (WHO) penduduk di dunia yang mengalami alergi makanan mencapai 30-40 persen, atau sekitar 550 juta orang. Salah satu alergi yang diderita adalah alergi susu sapi dengan 1,9-4,9 persen anak di dunia mengalami alergi susu sapi.
Di Indonesia, kejadian alergi susu sapi mencapai 7,5 persen. Adapun, protein susu sapi merupakan makanan penyebab alergi terbesar kedua setelah telur pada anak-anak di Asia.
RSCM melaporkan pada 2012 bahwa 31 persen dari pasien anak mengalami alergi terhadap putih telur dan 23,8 persen alergi terhadap susu sapi.
Penyebab Alergi Susu Sapi
Dokter Spesialis Anak Konsultan Budi Setiabudiawan menyebutkan, yang menjadi penyebab alergi susu sapi adalah kandungan kasein dan whey.
"Kasein dan whey adalah protein dalam susu sapi yang menyebabkan reaksi alergi, yang dapat diperantarai oleh imunoglobulin E atau non-imunoglobulin E. Reaksi yang diperantarai oleh imunoglobulin E cenderung memiliki manifestasi klinis yang lebih berat dan lebih lama untuk sembuh tapi lebih mudah dididagnosa," ungkapnya dalam webinar, Rabu (20/9/2023).
Namun, kKejadian alergi susu sapi pada anak sebenarnya akan berkurang seiring bertambahnya usia atau mengalami remisi, sehingga anak tersebut tidak lagi mengalami susu sapi ketika sudah semakin besar.
Gejala Alergi Susu Sapi
Dokter Budi mengungkapkan manifestasi alergi susu sapi terbanyak muncul di kulit, berupa dermatitis atopik atau eksim sebanyak 35 persen. Kemudian gejala urtikaria atau biduran 18 persen.
Alergi susu sapi juga bisa juga menyerang saluran napas seperti menyebabkan asma dan rhinitis dengan prevalensi masing-masing 21 persen dan 20 persen.
Alergi susu sapi juga menyerang ke saluran cerna sehingga menyebabkan diare hingga 53 perseb dan kolik 27 persen. Namun gejala ini lebih ke arah laktosa intoleran.
Selain itu, tak sedikit pula gejala alergi susu sapi sampai mengancam nyawa atau anafilaksis, ketika reaksi alergi menyebabkan kondisi gawat darurat, dengan prevalensi hingga 11 persen.
"Untuk mendiagnosa alergi ini, akan dilakukan anamnes dengan mengajukan pertanyaan mendalam kepada orang tua yang teliti dan akurat. Dari sana kita sudah bisa mendeteksi alergi susu sapi, tapi bisa dibantu juga dengan pemeriksaan fisik seperti di kulit, saluran napas, saluran cerna, atau anafilaksis," jelas dokter Budi.
Pemeriksaan atau skrining juga bisa dilakukan dengan uji alergi melalui skin flick test atau melalui pemeriksaan darah dengan pemeriksan imunoglobulin E (IgE) pada darah.
Nutrisi yang Tepat Bagi Anak Alergi Susu Sapi
Dokter Budi mengutip Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan, bagi bayi yang mengidap alergi susu sapi, air susu ibu (ASI) menjadi nutrisi terbaik. Karena ASI mengandung protein rantai pendek sehingga dapat memicu toleransi sehingga terjadi remisi dan anak tidak lagi alergi terhadap protein susu sapi.
"Jika bayi didiagnosa alergi susu sapi, nutrisi yang tepat adalah dengan penghindaran protein susu sapi beserta turunannya dan produk-produk yang mengandung protein susu sapi," ungkapnya.
Di samping tetap memberikan ASI, selama menyusui ibu juga harus pantang makanan dan minuman yang mengandung protein susu sapi, atau turunannya, atau produk yang mengandung protein susu sapi.
Kemudian, jika bayi sudah di atas 6 bulan dan sudah membutuhkan makanan pendamping ASI (MPASI), harus diberikan makanan yang tidak mengandung protein susu sapi.
"Orang tua juga harus melihat kalau memberikan MPASI yang sudah jadi, pastikan tidak mengandung protein susu sapi," tegasnya.
Sementara itu, apabila tidak bisa mendapatkan ASI, bayi bisa mendapatkan susu formula hidrolisat ekstensif, susu formula asam amino, atau alternatif lainnya dengan susu formula soya atau kedelai.
Kapan Boleh Menggunakan Susu Formula Soya?
Susu formula berbahan kedelai atau soya bisa digunakan untuk menggantikan susu formula hidrolisat ekstensif jika tidak ada ketersediaan susu formula dan orang tuanya mengalami masalah dana.
Berdasarkan data European Society for Paediatric Gastroenterology Hepatology and Nutrition (ESPGHAN) Comittee of Nutrition, susu formula soya yang beredar saat ini sudah dibuat dari isolat protein soya yang memiliki kandungan protein 2,2 - 2,6 gram per 100 kalori, lebih tinggi dari susu formula berbasis susu sapi.
Kualitas protein pada formula soya juga setara dengan protein pada formula berbasis susu sapi. Karena dibuat dari bahan nabati, susu formula soya juga lebih aman tidak memicu alergi yang berkaitan dengan alergi susu sapi.
Adapun, penggunaan susu formula soya tidak perlu dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan bayi. Pasalnya, tercatat bayi yang mengonsumsi formula soya juga menunjukkan pertumbuhan yang setara dengan bayi yang mengonsumsi formula berbasis susu sapi dan ASI.