Bisnis.com, JAKARTA -- Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melalui UKK Kardiologi menyampaikan keprihatinan sekaligus seruan mendesak seluruh pihak terkait untuk perbaikan kondisi layanan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) di Indonesia.
Ketua Pengurus Pusat IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, mengungkapkan, Penyakit Jantung Bawaan (PJB) saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi anak-anak di Indonesia.
Sementara masih ada berbagai tantangan dalam mengeliminasi kasusnya, di antaranya terkait ketimpangan akses dan kualitas penanganan penyakit jantung bawaan (PJB).
IDAI mencatat, berdasarkan data per 2024, ada sekitar 50.000 bayi lahir dengan PJB setiap tahunnya, dengan sekitar 12.000 kasus diantaranya tergolong kritis.
Namun, kapasitas layanan intervensi (bedah dan non-bedah) saat ini hanya mampu menangani sekitar 7.500 kasus per tahun dengan perincian SI (Surgical Intervention) sebanyak 3.140 kasus dan NSI (Non-Surgical Intervention) sebanyak 4.363 kasus.
IDAI juga mencatat saat ini hanya terdapat 105 dokter subspesialis jantung anak aktif (terdiri dari 70 spesialis anak subspesialis jantung (SPA, Subs Kardio(K) dan 35 dokter spesialis jantung pediatrik (SPJP(K) yang tersebar di 18 provinsi, dengan distribusi tidak merata.
Data ini merupakan total dari 18 provinsi dimana dilaporkan oleh para dokter spesialis anak dan spesjalis jantung anak berada.
"IDAI mencatat sellisih data ini menunjukkan masih adanya kesenjangan yang signifikan dalam penanganan PJB," ungkap Dr. Piprim, dikutip Kamis (22/5/2025).
Selain itu, IDAI juga mengungkapkan adanya ketimpangan distribusi layanan, di mana sejumlah provinsi belum memiliki fasilitas bedah jantung anak, sementara beban kasus terus meningkat.
Ada pula krisis SDM dimana hanya ada 105 dokter spesialis jantung anak di Indonesia, dengan penambahan 4–6 orang per tahun, jauh di bawah kebutuhan.
Berdasarkan data IDAI, saat ini terdapat 105 konsulen aktif dan 28 calon konsulen yang sedang masih dalam masa studi.
Oleh karena itu, IDAI mendesak seluruh pihak, baik dari pemerintah, rumah sakit, organisasi profesi, hingga masyarakat untuk turut serta memaksimalkan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah tersebut dan membangun sistem layanan jantung anak yang merata dan berkualitas.
"IDAI sendiri sebagai mitra strategis pemerintah tidak hanya menaungi para dokter spesialis anak, tetapi juga terus mengembangkan keilmuan dan kemampuan mereka," imbuh Piprim.
IDAI telah melaksanakan Puluhan ribu kegiatan bakti sosial berupa pelatihan skrining PJB telah dilakukan oleh dokter spesialis anak subspesialis kardiologi IDAI untuk dokter spesialis anak, dokter umum, dan tenaga kesehatan di berbagai daerah, agar masyarakat tetap mendapatkan layanan kesehatan jantung yang berkualitas.
Di samping itu, IDAI juga menyarankan agar diadakan program pengampuan PJB, Penyediaan fellowship pendidikan di dalam negeri dan luar negeri, serta program Dokter Terbang (Flying Doctor) untuk melakukan intervensi bedah jantung di RS Utama dimana terdapat calon kosulen yang sedang studi.
Selain itu, dengan adanya keterbatasan fasilitas penunjang seperti PCICU, cath-lab, dan obat esensial seperti prostaglandin IV, Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Kardiologi IDAI, Dokter Rizky Ardiansyah mengungkapkan bahwa IDAI melalui UKK Kardiologi telah melakukan upaya nyata dengan memberikan Pelatihan tenaga kesehatan.
Pelatihan tersebut dilangsungkan melalui program INPOST (skrining PJB untuk FKTP) dan PNET (pelatihan ekokardiografi dasar), dan menerapkan sistem Flying Doctor dan Proctorship yakni pendampingan dokter spesialis anak subspesialis kardiologi ke RS daerah dan mendistribusikan keahlian agar para dokter spesialis anak mampu mandiri mendeteksi dan menangani PJB.
"Semua upaya nyata tersebut merupakan bentuk nyata komitmen IDAI dalam mendukung Asta Cita pemerintahan baru dalam penguatan SDM dan sistem kesehatan," kata Rizky.
Meski demikian tantangan seperti keterbatasan SDM, distribusi dokter yang tidak merata, dan infrastruktur masih menjadi penghambat peningkatan pelayanan kesehatan di Indonesia.
“Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan jantung anak melalui kolaborasi dengan pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat. Setiap anak berhak mendapatkan penanganan terbaik untuk masa depan yang sehat. Kami juga berharap dukungan masyarakat untuk aktif melakukan deteksi dini PJB dengan memanfaatkan layanan skrining di Puskesmas dan RS terdekat,” lanjut Rizky.