Petugas menyortir rempah-rempah di Pusat Saintifikasi dan Pelayanan Jamu (PSPJ) di Pekalongan, Jawa Tengah, Kamis (17/1/2019)./ANTARA-Harviyan Perdana Putra
Health

Ini Sebabnya Indonesia Baru Punya 24 Fitofarmaka

Denis Riantiza Meilanova
Rabu, 19 Februari 2020 - 14:51
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM Maya Gustina Andarini menilai mahalnya biaya uji klinik fitofarmaka menjadi tantangan tersendiri bagi pengembangan industri obat herbal.

"Fitofarmaka memang harus uji klinik based WHO standard. Memang mahal sekitar Rp1,5 miliar atau bisa Rp2-3 miliar," ujarnya di Jakarta, Rabu (19/2/2020).

Fitofarmaka sendiri merupakan obat dari bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah melalui proses uji klinik.

Diberitakan sebelumnya, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan Indonesia memiliki sekitar 30.000 spesies tumbuhan maupun sumber daya laut dan sekitar 9.600 spesies tanaman dan hewan telah teridentifikasi memiliki khasiat obat. Namun, baru ada 62 OHT (obat herbal terstandar) dan 24 fitofarmaka yang terdaftar di BPOM.

Maya berujar tingginya biaya uji klinik tersebut membuat pelaku usaha bingung untuk mencari pasar. Sebab biaya penelitian juga menjadi salah satu faktor penentuan harga jual produk.

"Dengan investasi sekian yang beli siapa. Pelaku usaha mikir, investasi sekian ketika dah dapat izin BPOM akan dijual tentu harga produk termasuk biaya penelitian itu. Mau head-to-head sama obat generik ya enggak bisa," katanya.

Menurutnya, untuk mendorong industri obat herbal yang paling logis adalah pemerintah membeli produk tersebut melalui asuransi BPJS Kesehatan, seperti yang dilakukan India, China, Jepang, dan Taiwan. Dia berharap ke depan obat herbal dapat dimasukkan ke dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Untuk saat ini, guna mendorong pengembangan fitofarmaka, BPOM menginisiasi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Produk Fitofarmaka.

Maya menuturkan satgas tersebut menjembatani penelitian fitofarmaka dibiayai oleh pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi.

Hingga 2019, terdapat 19 riset obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka yang telah dibiayai oleh Kemenristek.

"Sehingga industri enggak terbenani dengan biaya riset. Kalau sudah berkolaborasi dengan industri si peneliti, maka harga jual adalah harga produksi. Harga penelitian dan investasi sudah ditanggung pemerintah sehingga harganya tidak mahal," katanya.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro