Popok kain./ilustrasi
Health

Selamatkan Bumi Dimulai Dari Popok Sekali Pakai

Desyinta Nuraini
Selasa, 17 November 2020 - 16:44
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Popok sekali pakai (pospak) merupakan penyumbang sampah kedua terbanyak di laut. Lapisan plastiknya yang tidak bisa terurai apalagi adanya kotoran bayi membuat popok tidak bisa didaur-ulang.

Andhini Miranda, founder dari @021suarasampah menuturkan dalam satu hari, rata-rata seorang bayi berganti pospak sebanyak 4 kali. Artinya dalam dalam satu bulan minimal ada 120 sampah pospak, dan jika diakumulasikan dalam satu tahun jumlahnya mencapai 1.440 buah sampah pospak.

"Itu baru satu jenis sampah yang dihasilkan oleh satu bayi. Coba kalikan dengan jumlah bayi di Indonesia, atau seluruh dunia," ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Sampah yang tidak bisa didaur ulang memang menjadi ancaman bagi bumi. Apalagi faktanya setiap hari sampah baik dari rumah tangga hingga industri terus bertambah dan berdampak pada kondisi iklim hingga mengancam kehidupan di planet ketiga dari matahari ini.

Berkaca pada kekhawatiran tersebut, Andhini lantas tergugah untuk menerapkan gaya hidup minim sampah. Mulai dari popok yang menjadi ancaman biota laut, dia mencari alternatif pengganti pospak yang lebih ramah lingkungan. Andhini menggunakan popok kain modern yang bisa dicuci dan dipakai berulang kali. Ini yang menjadi langkah pertama Andhini dan suaminya mengurangi sampah sekali pakai sebagai keluarga.

Tidak ujug-ujug mengubah gaya hidup secara drastis. Selain mengurangi sampah pospak, Andhini dan keluarga secara bertahap menghentikan konsumsi makanan dan minuman dalam kemasan. Pada 2018, mereka juga berhasil berhenti mengonsumsi mie instan, karena sampah kemasannya mustahil didaur-ulang. Begitu pula dengan daging merah karena alasan deforestasi dan pemanasan global yang dihasilkan dari peternakan sapi.

Hingga akhirnya, Andhini dan keluarga berhasil meniadakan tempat sampah di rumah, dan berhenti menyetor sampah ke TPA.

Memilah sampah, kemudian melakukan daur ulang, atau memanfaatkan sampah organik atau sampah makanan untuk dijadikan kompos dan pupuk cair kini menjadi kegiatan rutin. Sejumlah kulit buah pun disulap Andhini menjadi sabun, keripik, hingga minuman probiotik. "Keseluruhan proses yang kami jalani ini juga membuat kami belajar merasa cukup, mengurangi konsumerisme, membeli sesuatu bukan berdasarkan keinginan, sehingga bisa menyederhanakan nikmat," tuturnya.

Kendati demikian, setiap hal selalu ada tantangannya. Faktanya hampir semua produk, termasuk keperluan rumah tangga yang dijual memakai kemasan sekali pakai, sekalipun bumbu penyedap. Kreatif mencari opsi-opsi lain yang lebih ramah lingkungan terus dilakukan.

Dipandang aneh juga seakan menjadi hal yang lumrah bagi Andhini kini. Terutama ketika dia membawa rantang saat membeli makanan di restoran untuk dibawa pulang. Ibu satu anak ini tak memperdulikan, mungkin saja langkahnya nanti diikuti banyak orang. Dia percaya semua yang berawal dari niat baik, hasilnya juga akan baik.

Jika hidup minim sampah dilakukan banyak orang, imbas tumpukan sampah dimana-mana pasca ditutupnya TPA Bantar Gebang dan beberapa TPA lainnya pada 2021 mendatang, menurutnya bisa diminimalisir.

Menjadi berbahaya jika masyarakat belum sadar mengingat sampah makanan (organik) menghasilkan gas metana yang berkontribusi pada pemanasan global. Gas ini sangat berbahaya dan bersifat eksplosif, misalnya seperti yang terjadi di TPA Leuwi Gajah tahun 2005. Ledakan di tempat pembuangan sampah itu mengubur dua desa dan memakan ribuan korban. Belum lagi sampah plastik atau non-organik mengancam eksistensi satwa liar, dan sudah menyelinap ke rantai makanan.

Lantas bagaimana memulainya? Menurut Andhini hal pertama yang perlu dilakukan yakni mencari tau tentang fakta dan dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh sampah yang tidak dikelola dengan baik. Dia menegaskan bahwa hal itu penting sebagai alasan kuat untuk mengurangi sampah.

"Jika sudah menemukan why, maka akan datang will yang akan mendorong kita untuk konsisten mengurangi dan bertanggung jawab dengan sampah yang kita hasilkan," jelasnya.

Sebagai permulaan, bisa mendata atau membuat daftar sampah yang dihasilkan setiap hari. Dari situ pilihlah produk yang paling mudah untuk dikurangi dan cari penggantinya. "Lakukan secara bertahap sambil belajar untuk konsisten," sarannya.

Dia menambahkan tidak semua produk bisa didaur-ulang. Kalaupun bisa, siklus daur-ulangnya pendek, dan akan tetap berakhir di TPA. Sehingga yang lebih penting untuk dilakukan adalah menghindari produk-produk sekali pakai.

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro