5. Obat yang mengandung kafein
Obat-obatan migrain tertentu, seperti Excedrin, Anacin, dan Darvon Compound, semuanya mencantumkan kafein sebagai bahan aktif. Hal ini karena kafein dapat memengaruhi kadar senyawa di otak yang disebut adenosin.
Selama serangan migrain, kadar adenosin diketahui meningkat, dan kafein dapat membantu mengurangi kadar tersebut dan mencegah migrain.
Namun, bagi mereka yang memiliki ganguan kecemasan, kafein dapat memperburuk keadaan. Sebuah studi tahun 2013 yang diterbitkan di General Hospital Psychiatry menunjukkan bahwa, pada pasien dengan gangguan panik yang sudah ada sebelumnya, dosis kafein yang setara dengan lima cangkir kopi sudah cukup untuk memicu serangan panik.
Namun, serangan ini tidak selalu eksklusif pada pasien yang sudah memiliki kondisi panik. Penelitian ini juga melaporkan bahwa orang dewasa yang sehat juga mengalami peningkatan kecemasan setelah mengonsumsi kafein.
Selain itu, kafein dapat memengaruhi kualitas tidur, yang dapat membuat pengelolaan kecemasan menjadi lebih sulit. Sebuah studi tahun 2014 yang diterbitkan dalam Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry menunjukkan bahwa masalah tidur merupakan tanda bahaya untuk gangguan kecemasan di kalangan anak muda.
6. Inhaler
Bagi orang yang menderita kondisi bronkial seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), obat hirup seperti albuterol dapat menjadi salah satu upaya pengobatan.
Baca Juga 5 Jenis Kecemasan dan Cara Mengatasinya |
---|
Albuterol menyebabkan saluran udara yang menyempit menjadi rileks dan memungkinkan udara mengalir lebih bebas ke paru-paru. Namun, dari semua manfaatnya, albuterol dapat menimbulkan beberapa efek samping, termasuk nyeri dada, peningkatan denyut jantung, pusing, dan perasaan gugup.
Menurut sebuah artikel tahun 2022 yang diterbitkan di StatPearls, tremor dan kegugupan terjadi pada sekitar satu dari setiap lima pasien yang menggunakan albuterol. Getaran ini cenderung disebabkan oleh aktivasi reseptor beta-2 tubuh oleh albuterol.
Aktivasi ini dapat memicu saraf dalam tubuh yang mengontrol gerakan, sehingga mengakibatkan gemetar dan tremor.
7. Antidepresan
Antidepresan yang dikenal sebagai selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) membantu meningkatkan neurotransmitter serotonin di otak, mengatur suasana hati dan membuat Anda merasa lebih Bahagia.
Namun, dalam beberapa kasus, peningkatan serotonin tersebut dapat menyebabkan tingkat kecemasan meningkat. Sebuah studi tahun 2018 yang diterbitkan di Canadian Family Physician menunjukkan bahwa, setelah memulai SSRI, peningkatan kadar serotonin dapat menyebabkan kegelisahan, mudah marah, dan kecemasan selama satu hingga dua minggu.
Dalam beberapa kasus, efek samping tersebut dapat bertahan bahkan setelah dua minggu pertama, sebagaimana dibuktikan oleh sebuah penelitian tahun 2014 yang diterbitkan oleh Neuropsychiatric Disease and Treatment.
Menurut penelitian tersebut, tujuh persen pasien terus mengalami kegelisahan dan kecemasan yang diinduksi oleh antidepresan sebulan setelah memulai pengobatan antidepresan.
8. Obat tiroid
Jika kelenjar tiroid Anda tidak memproduksi hormon tiroid yang cukup, hal ini dapat menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai hipotiroidisme. Jika hal ini terjadi, maka dapat menyebabkan depresi dan kecemasan.
Hal ini karena hormon tiroid berperan dalam pengaturan neurotransmiter seperti serotonin. Ketika tiroid tidak berfungsi dengan baik, produksi serotonin tidak hanya menjadi rendah, tetapi juga menjadi tidak teratur, yang dapat menyebabkan kecemasan dan serangan panik.
Namun, mengobati hipotiroidisme juga dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu. Efek samping tersebut dapat berupa kecemasan, mudah marah, keringat berlebih, dan sulit tidur.
9. Obat anti kejang
Untuk pasien yang menderita gangguan kejang, obat-obatan seperti fenitoin bisa sangat efektif. Obat ini juga dapat digunakan dalam beberapa kasus untuk mengobati gangguan kejiwaan, seperti gangguan bipolar.
Karena efektivitas dan kegunaannya yang beragam, fenitoin adalah salah satu obat anti-kejang yang paling umum yang saat ini ada di pasaran.
Terlepas dari keefektifannya, fenitoin telah dilaporkan dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan masalah kognitif. Sebuah studi tahun 2012 yang diterbitkan dalam Indian Journal of Psychiatry melaporkan sebuah kasus seorang pria berusia 28 tahun yang menunjukkan kecemasan, agresi, dan perilaku kekerasan. Terungkap bahwa kadar fenitoinnya sangat tinggi dan seiring berjalannya waktu, gejalanya membaik.
Dalam kasus yang lebih serius, Fenitoin juga dilaporkan dapat menyebabkan pikiran untuk bunuh diri, meningkatkan depresi, dan berpotensi menyebabkan seseorang bertindak berdasarkan impuls yang berbahaya. (Kresensia Kinanti)