Bisnis.com, JAKARTA - Berdasarkan data European Society of Cardiology, satu dari 5 orang di dunia memiliki resiko mengalami gagal jantung, dan angka prevalensi ini meningkat seiring penambahan usia.
Menurut International Journal of Cardiology tahun 2016, di Indonesia sendiri terdapat lebih dari tiga belas juta orang yang mengalami gagal jantung.
Penyakit gagal jantung ditandai dengan keluhan sesak nafas dan bengkak pada kedua kaki, yang disebabkan oleh berkurangnya fungsi pompa jantung.
Dikarenakan saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan secara total, kondisi gagal jantung hanya dapat dimonitor secara berkala serta menjaga gaya hidup untuk mencegah terjadinya kemunduran.
Salah satu teknologi pemantauan kondisi gagal jantung diperkenalkan oleh Primaya Hospiatal bekerja sama dengan SPACE Singapore, yakni HFM (Heart Failure Monitor).
Ini merupakan teknologi untuk memonitor pasien gagal jantung dari jarak jauh yang pertama di Indonesia.
Baca Juga 4 Jenis Gagal Jantung dan Gejalanya |
---|
HFM merupakan sebuah perangkat digital yang bermanfaat untuk pemantauan jarak jauh pasien gagal jantung, yang bekerja dengan cara mendeteksi gejala yang signifikan pada pasien gagal jantung, sehingga dapat dilakukan tindakan intervensi atau penanganan dengan cepat dan tepat.
HFM merupakan sebuah perangkat medis berbasis AI (Artificial Intelligence) berbentuk seperti stetoskop yang disambungkan ke aplikasi handphone.
Alat ini bekerja dengan mendeteksi kelebihan cairan pada paru-paru, yang merupakan gejala umum gagal jantung hanya dalam kurun waktu 30 detik setelah diletakan di dada pasien.
Hasil deteksi dari perangkat tersebut akan masuk ke dalam aplikasi handphone untuk kemudian dapat dianalisa oleh dokter dan diberikan penanganan yang tepat.
HFM telah dites dengan lebih dari 3000 rekaman dari pasien gagal jantung dari Tan Tock Seng Hospital yang merupakan bagian dari Singhealth Group dari Singapore dan Primaya Hospital, dengan hasil akurasinya mencapai lebih dari 90%.
Saat ini standar perawatan jarak jauh pasien gagal jantung adalah dengan mengukur berat badan secara berkala, namun hal tersebut dianggap kurang efektif dikarenakan penambahan berat badan dapat dipengaruhi oleh banyak hal.
Profesor Wee Ser, Co-Founder dan CEO SPACE Singapore yang juga menjabat sebagai Emeritus Faculty di Nanyang Technological University Singapore mengatakan gelombang start-up teknologi medis yang selanjutnya akan melihat proloferasi yang masif pada perangkat medis pintar yang mengandalkan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan teknologi dengan sensor, seperti perangkat yang kami buat.
"Dimana dapat dilakukan asesmen dan pengelolaan secara mandiri, dapat dipersonalisasi, dan memungkinkan untuk melakukan skrining kardiopulmonari dan penyakit lainnya. Hal ini merevolusi pengelolaan layanan kesehatan di masa depan.” ujarnya.
dr.Rony M Santoso SpJP (K) FIHA, Ahli Jantung dari Primaya Hospital yang merupakan salah satu peneliti yang mengembangkan alat ini berkolaborasi dengan PT Space Singapore menyampaikan lebih dari 100 pasien – pasien gagal jantung saya telah menggunakan HFM untuk memantau kondisi penyakitnya di rumah.
"Penggunaan alat ini bermanfaat bagi pasien untuk memantau kondisinya secara berkala, dan sewaktu ada kekhawatiran terkait kondisinya dan alat tersebut akan memberikan notifikasi kepada dokter yang merawatnya ketika dibutuhkan," ujanrya.
Hal tersebut akan menenangkan pasien setelah mereka pulang dari rumah sakit dan saat dalam kondisi sendiri di rumah maupun saat dalam perjalanan.
HFM juga bermanfaat untuk para dokter karena mereka diberikan data-data mengenai keluhan pasiennya, yang bertujuan bukan hanya untuk intervensi sesaat namun juga manajemen penyakit dengan lebih efektif, dimana pada saat ini masih sulit dilakukan.”